Tingkatkan Produksi Demi Kesejahteraan Pembudidaya Rumput Laut
Dalam strategi membangun industri hilir rumput laut nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meresmikan modeling budidaya rumput laut seluas 51,25 hektare di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Sebagai bagian dalam strategi tersebut, program untuk meningkatkan hasil rumput laut Indonesia bertujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya, "Sesuai petunjuk bapak presiden, kita ingin melakukan hilirisasi karena rumput laut kita produksinya nomor dua di dunia, tetapi kita belum bisa mendapat manfaat yang besar dari sini," ungkap Menteri Trenggono di lokasi modeling Desa Numana, Kecamatan Wangi Wangi Selatan.
Merujuk data FAO 2022, Indonesia adalah negara produsen rumput laut terbesar kedua di dunia dengan volume produksi 9,6 juta ton. Produsen utama adalah China sebesar 20,8 juta ton. Namun belum termanfaatkan secara maksimal, sehingga belum sebagai negara eksportir produk hilir rumput laut dunia.
Untuk itu, kata Menteri Trenggono, Wakatobi menjadi salah satu modeling budidaya rumput laut dari empat daerah lainnya yaitu, Maluku Tenggara, Rote Ndao, Buleleng dan Lombok Timur.
“Program modeling budidaya rumput laut menerapkan pengelolaan berbasis kawasan yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Lewat strategi ini produksi di hulu dapat meningkat dan berjalan berkesinambungan dengan hasil panen berkualitas,” jelasnya.
Fasilitas yang disiapkan KKP mendorong produktivitas di hulu mulai dari unit produksi bibit rumput laut (UPBRL) kultur jaringan. Ada juga fasilitas kebun starter rumput laut, hingga menyiapkan perahu ketinting sebagai sarana transportasi pembudidaya saat beraktivitas. Sedangkan di sisi hilir, KKP tengah menyiapkan fasilitas untuk kegiatan usaha pengolahan.
"Saya tadi melihat langsung proses kultur jaringan mulai dari penyiapan media hingga menghasil bibit rumput laut yang berkualitas dan siap ditanam di laut," akunya.
Menteri Trenggono menambahkan, pelaksanaan program modeling rumput laut melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama produksi. Dengan demikian, program ini sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya.
"Kita ingin masyarakat di sini menjadi masyarakat produksi, artinya mereka menjadi komponen produksi yang kuat yang kemudian bisa sejahtera dari kegiatan produksi budidayanya. Kemudian hasil panen itu bergeser ke proses nilai tambah berikutnya, masuk ke industri untuk kepentingan berbagai macam, seperti bahan baku farmasi, makanan, dan seterusnya," beber Menteri Trenggono.
Selain Wakatobi, KKP merencanakan pembangunan modeling rumput laut di empat daerah lain yakni Maluku Tenggara, Rote Ndao, Buleleng, dan Lombok Timur.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu menjelaskan modeling budidaya rumput laut Wakatobi dibangun seluas 51,25 hektare, dengan rincian 45 hektare di antaranya sebagai lokasi budidaya rumput laut atau pembesaran. Biaya investasi berupa pembangunan sarana prasana mencapai Rp 5,6 miliar.
Produktivitas rumput laut basah dari lokasi modeling diperkirakan mencapai 7.200 ton per tahun dengan biaya produksi Rp7,5 miliar. Penghitungan tersebut berdasarkan jumlah bibit yang ditanam sebanyak 4 ton per hektare per siklus selama 45 hari.
Sedangkan nilai produksi rumput laut dari modeling Wakatobi bisa di angka Rp14,4 miliar dengan asumsi harga jual rumput laut kering Rp20 ribu per kilogram, sehingga diperoleh keuntungan bersih per tahun sebesar Rp6,9 miliar.
Tebe optimis pembangunan modeling budidaya rumput laut dapat menumbuhkan mutliplier effect bagi ekonomi daerah dan juga nasional.
“Kenaikan produksi ditargetkan bisa mencapai 100.835 ton per tahun atau naik 186 %. Selain itu kenaikan produktivitas rumput laut basah juga diharapkan naik sekitar 1.567% yakni menjadi 150 ton/ha/tahun,” ungkapnya.
Dengan adanya kenaikan produksi yang mencapai 186 persen tersebut, Tebe memprediksi bahwa akan ada perputaran ekonomi sekitar Rp252 milyar per tahun. Hal itu tentunya dapat memicu geliat budidaya rumput laut, sehingga jumlah pembudidaya juga diharapkan meningkat menjadi 772 orang atau naik 10 %.
“Modeling budidaya rumput laut ini akan memberdayakan sumber daya manusia (SDM) masyarakat lokal dan juga melibatkan tenaga teknis lokal untuk pengelolaan modeling budidaya rumput laut,” papar Tebe.
Hal menarik lainnya dari modeling rumput laut di Wakatobi adalah penggunaan material batok kelapa sebagai pelampung. Batok kelapa lebih ramah lingkungan dibanding botol kemasan seperti yang digunakan selama ini oleh pembudidaya di Wakatobi.
Inovasi tersebut telah diuji coba di Akademi Komunitas Kelautan dan Perikanan (AKKP) Wakatobi. Pelampung batok kelapa memiliki daya tahan yang cukup yakni sekitar 3 bulan.
“KKP berharap pada Pemerintah Daerah Wakatobi untuk bisa melakukan pengawalan serta pembinaan. Pengelolaan modeling budidaya rumput laut ini akan dilaksanakan oleh koperasi dan kelompok, juga didukung oleh Masyarakat Hukum Adat,” tegas Tebe.