Ekosistem Karbon Biru Kunci Atasi Perubahan Iklim
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut bahwa penguatan ekosistem karbon biru menjadi bagian penting dalam mendukung adaptasi dan aksi mitigasi perubahan iklim.
Penguatan ekosistem karbon biru ini dalam mengatasi perubahan iklim menjadi salah satu posisi penting Indonesia, termasuk dalam Konferansi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB 2023 atau Conference of the Parties (COP28) yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab beberapa waktu lalu.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Victor Gustaaf Manoppo menyebutkan bahwa ekosistem karbon biru sebagai solusi berbasis alam dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mendukung tidak hanya adaptasi tetapi juga aksi mitigasi perubahan iklim.
“Kita perlu mengambil tindakan nyata sebelum terlambat. Pendekatan-pendekatan seperti solusi berbasis alam dan adaptasi berbasis ekosistem dapat menjadi bagian dari tindakan nyata tersebut,” kata Victor pada sesi Unlocking the Potentials of Nature Based Solutions for Adaptation and Mitigation of Climate Change.
Lebih lanjut Victor menjelaskan bahwa Indonesia sebagai pemilik 17 persen cadangan karbon biru dunia, berpeluang besar memanfaatkan ekosistem karbon biru sebagai salah satu solusi untuk mengatasi perubahan iklim.
“Selain memiliki sekitar 3,3 juta hektar hutan bakau, kita juga memiliki 1,8 juta hektar lamun yang kemampuannya menyerap karbon 3-4 kali lebih tinggi dibanding ekosistem darat,” ujarn Victor
Lebih lanjut Victor juga menerangkan sebagai aksi adaptasi, ekosistem karbon biru bersama dengan ekosistem terumbu karang, merupakan bagian dari ketahanan ekosistem dan bentang alam.
Pengelolaan karbon biru dalam konteks perubahan iklim menjadi bagian penting kebijakan ekonomi biru yang saat ini diterapkan KKP melalui 5 (lima) program prioritas, yaitu: perluasan kawasan konservasi laut; perikanan tangkap terukur berbasis kuota; pembangunan perikanan budidaya laut, pesisir, dan darat yang ramah lingkungan; pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; serta pengelolaan sampah plastik di laut.
Sejalan dengan KKP, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) melalui Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti menyebutkan Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan Nature-based Solutions (NBS), dimana 15 persen potensi NBS dunia ada di Indonesia. Melihat beragam potensi tersebut, pemerintah akan mengembangkan peta jalan karbon biru, adanya Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon memperkuat pengoptimalan karbon biru ini.
“Sektor kelautan dan karbon biru juga akan kami masukkan kedalam target nationally determined contribution (NDC),” ucap Nani.
Sebagai informasi, KKP telah meluncurkan Profil Aksi Mitigasi Karbon Biru Lamun sebagai bagian dari strategi pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim dan meningkatkan potensi karbon biru. Profil Aksi Mitigasi Karbon Biru Lamun ini merupakan kerjasama KKP dan UNDP yang berisi hasil perhitungan pengurangan emisi dari ekosistem lamun dan bertujuan untuk melestarikan, meningkatkan potensi penyimpanan karbon, serta memulihkan habitat karbon biru.
Menutup sesinya, Victor pun mengajak semua pihak untuk kolaborasi dan berkontribusi mengatasi masalah-masalah perubahan iklim.
“Kami menyadari bahwa penanganan perubahan iklim merupakan tantangan yang kompleks yang membutuhkan komitmen dan solusi yang beragam. Mitigasi dan tindakan adaptasi di laut dan wilayah pesisir akan menentukan jalan kita menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan Tangguh,” ujarnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya diplomasi maritim serta kerja sama dengan berbagai negara untuk mewujudkan strategi pembangunan ekonomi biru yang menitikberatkan pada aspek ekologi dan ekonomi pada aktivitas yang menetap di ruang laut. Oleh karenanya KKP sebagai pemangku kepentingan utama pengelolaan Ekosistem Karbon Biru di Indonesia terus berupaya menjadikan ekosistem karbon biru sebagai modal alam yang harus dikelola secara berkelanjutan.