Potensi Nanas Asal Barru Di Pasar Ekspor
Pengembangan budidaya nanas untuk mengincar pasar ekspor sangat terbuka dari seluruh wilayah yang berpotensi sebagai sentra penghasil nanas seperti di Desa Jangan-Jangan Barru Sulsel dengan lahan seluas 50 hektar.
Khusus di Indonesia sendiri, pertumbuhan ekspor buah nanas cukup signifikan. Sesuai Data BPS RI, produksi nanas Indonesia pada tiga tahun terakhir mengalami peningkatan.
Tercatat produksi pada 2020 sebesar 2.447.520 ton. Disusul pada 2021 sebesar 2.886.417 ton dan pada 2022 naik sebesar 3.203.775 ton. Data Ekspor 2020 sebanyak 6.419,08 ton senilai USD 3.803.933,54. Menyusul 2021 sebanyak 8.553,98 ton atau senilai USD 5.020.869,91. Kemudian pada 2022 sebanyak 6.288,31 ton atau senilai USD 3.720.688,78.
Peningkatan ini dikaitkan dengan kebijakan dan program inovatif pemerintah yang mendukung sektor pertanian. Hal ini mendorong pengembangan budidaya nanas di seluruh wilayah potensial termasuk di Desa Jangan-Jangan Barru Sulsel.
Kepala Desa Jangan-Jangan, Rahmansyah, menyampaikan bahwa komitmennya untuk mengabdi pada masyarakat telah menginspirasi petani setempat. Sejak memegang jabatan, Rahmansyah mewakafkan hidupnya untuk mengembangkan potensi alam desa. Ia berharap agar keberhasilan budidaya nanas dapat mengurangi angka migrasi warga ke luar daerah.
“Saya sedih sekali melihat Saudara-saudara saya masyarakat disini pergi merantau. Mereka pergi karena mau memperbaiki hidup, karena persoalan perut dan biaya sekolah anak-anaknya. Disitu saya berdoa dan terus berfikir, alhamdulillah akhirnya Allah kasih kita jalan hidup untuk bertani nanas ini,” katanya.
Hasman, seorang petani muda berusia 21 tahun dari Desa Jangan-Jangan, menunjukkan antusiasme tinggi dalam mengelola lahan seluas 4 hektar untuk menanam nanas. Ia menyebut budidaya nanas memberikan keuntungan signifikan karena biaya produksinya rendah, sementara permintaan pasar terus meningkat.
“Nanas ini betul-betul mengubah hidup orang di desa ini. Budidaya nanas ini sangat menguntungkan karena biaya produksinya murah, tapi permintaan pasarnya sangat banyak, saat ini banyak yang pulang dari perantauan untuk bertani nanas,” terangnya.
Kementerian Pertanian memberikan apresiasi terhadap Pemerintah Desa dan Dinas Pertanian Barru yang berhasil membangun sentra nanas di Provinsi Sulsel. Dirjen Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto, menyatakan dukungan penuh terhadap upaya pengembangan ini, dan meyakini Sulsel bisa mandiri dalam produksi nanas ke depannya.
“Kementan tentunya sangat mendukung, jika kedepannya Kabupaten Barru menjadi sentra nanas. Tentunya pemerintah pusat sangat mengapresiasi jika terbentuk kampung-kampung nenas sebagai sentra produksi buah dalam bentuk kawasan seperti ini,” ucapnya.
Pada kesempatan sama, Direktur Buah dan Florikultura Kementan, Liferdi Lukman menegaskan pentingnya mendukung petani kreatif seperti Hasman. Ia menyebut Hasman sebagai petani milenial yang menjadi role model bagi pemuda dalam pola agribisnis nanas.
“Tentunya ini sangat berpotensi menjadi daerah sentra sebagai kampung nanas, ini menarik dan bisa menjadi dayatarik wisatawan bila dikembangkan menjadi agroeduwisata,” ucapnya.
Desa Jangan-Jangan juga berencana melakukan hilirisasi produk nanas, dengan merencanakan proses olahan nanas untuk memasuki pasar ekspor. Langkah ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat, yang melihatnya sebagai langkah strategis dalam pengembangan sektor pertanian.
Kadis Pertanian Barru Ahmad juga mengapresiasi langkah Kementan dalam menciptakan program unggulan yang langsung dirasakan manfaatnya oleh petani di desa.
“Kami tentunya sangat mendukung program pemerintah pusat yang akan dilaksanakan di Barru. Semoga nanti program kampung nanas bisa terlaksana di Barru,” harapnya.
Perlu diketahui bahwa saat ini terdapat 10 daerah sentra produksi nanas nasional, di antaranya Kabupaten Lampung tengah, Ogan Ilir, Kediri, Purbalingga, Tapanuli Utara, Subang, Lombok Timur, Muora Jambi, Kampar, dan Kabupaten Siak. Meskipun demikian, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam pengembangan buah karena minimnya lahan produksi, rendahnya kapabilitas SDM petani dan keterbatasan teknologi budidaya. Tantangan ini semakin kompleks di tengah ancaman krisis pangan global.
Desa Jangan-Jangan di Barru-Sulsel menjadi bukti nyata bahwa dengan dukungan pemerintah dan kreativitas petani muda, sektor pertanian nanas Indonesia dapat terus tumbuh dan berkontribusi pada perekonomian negara.