• 24 November 2024

Pemilu 2024, Cuaca ekstrem Intai Pertanian Jabar

uploads/news/2024/02/cuaca-ekstrem-intai-pertanian-41261a4f2ed38bd.jpg

Prediksi cuaca ekstrem yang berpotensi hadir pada hari pelaksanaan Pemilu 2024, disampaikan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia Dwikorita Karnawati dengan mengingatkan kondisi yang mungkin terjadi di Pemprov Jabar.

Tentunya bagi Sahabat Tani, kondisi cuaca ekstrem juga memberikan dampak kurang menguntungkan. Terlebih masa tanam baru saja dimulai sehingga curah hujan yang terlalu tinggi berdampak pada tanaman padi.

Menurut Dwikorita, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu Wilayah dengan curah hujan tertinggi dan dengan penduduk terpadat di Indonesia, dimana puncak musim hujan diprediksi BMKG dimulai pada akhir Januari hingga Maret mendatang. Untuk itu, kata dia, Pemprov Jabar perlu mewaspadai potensi cuaca ekstrem dengan melakukan sejumlah mitigasi, agar perhelatan Pemilu 2024 yang dilaksanakan pada 14 Februari mendatang dapat berjalan lancar di Jawa Barat.

"Kunjungan BMKG hari ini adalah untuk menyampaikan pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi puncak musim hujan yang di akhir Januari hingga Maret mendatang. Apalagi kita akan punya hajat besar, pemungutan suara Pemilu 2024.

Tentunya kita berkoordinasi dengan Pak Gubernur, BPBD bagaimana upaya mitigasi agar curah hujan yang tinggi tidak menimbulkan bencana dan mengganggu hajat nasional kita," ujar Dwikorita usai beraudiensi dengan Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin di Gedung Sate, Kota Bandung.

Dwikorita menyebut tidak ada anomali cuaca dalam musim hujan tahun ini. Musim hujan, lanjut dia, berlangsung normal, sesuai dengan rata-rata klimatologisnya selama 30 tahun terakhir, dapat mencapai 400 milimeter dalam satu bulan. Hanya saja, menurutnya terkadang akan muncul hujan ekstrem pada skala harian, dimana curah hujan dapat mencapai 150 milimeter per hari.

Akibatnya, tambah dia, hujan tersebut dapat menyebabkan banjir, banjir bandang dan tanah longsor jika tidak diantisipasi sejak awal. Aksi mitigasi yang dapat dilakukan, diantaranya membersihkan saluran air atau drainase lingkungan, membersihkan sungai dari material penghambat/sumbatan berupa batu, tanah, kayu, ranting pohon, dan sampah, yang dapat memicu terjadinya banjir bandang.

Hal tersebut kerap terjadi terutama pada daerah dataran rendah yang berada di sekitar perbukitan, pada saat pasca kejadian gempabumi di musim hujan. Akibat gempa, kerap terjadi banyak titik longsor di lereng lembah-lembah hulu sungai di perbukitan. Material longsor beserta pohon-pohon dan tanah ataupun batuan yang terseret longsor akan terendapkan di lembah-lembah sungai tersebut, mengakibatkan terbentuknya sumbatan yang membendung aliran air sungai di daerah hulu. Dengan turunnya hujan selama berhari-hari, bendung tersebut akhirnya jebol karena tidak mampu menahan tekanan akumulasi air sungai yang terbendung, maka terjadilah banjir bandang atau aliran debris dengan kecepatan tinggi ke arah dataran rendah di hilir.

"Contohnya seperti banjir bandang yang terjadi di kawasan Braga beberapa waktu lalu yang diduga karena terjadi penyumbatan di sungai di daerah hulunya," tuturnya.

"Karenanya, untuk mengantisipasi kejadian tersebut berulang maka perlu dilakukan inspeksi sungai apakah ada sumbatan agar tidak menyebabkan banjir bandang," pungkasnya.

Turut hadir mendampingi Dwikorita, Plt Kepala Pusat Seismologi Teknik Geopotensial dan Tanda waktu (PSGT) BMKG Setyoajie Prayoedhie, Kepala Balai Besar MKG Wilayah II Hartanto, dan Kepala Stasiun Geofisika Bandung Teguh Rahayu

Related News