IPB Peringkat Satu Publikasi Internasional
“Integrasi hulu hilir sawit berbasis riset sangat penting dilakukan untuk menjamin keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia yang merupakan penyumbang devisa signifikan.”
JAKARTA - Institut Pertanian Bogor (IPB) University berhasil menduduki peringkat pertama dunia dan mengalahkan beberapa negara. Berdasarkan analisis Elsevier Research Intelligent, Singapura, tentang Evidence-Based Policy Making for Indonesia, yang merupakan hasil penelitian sawit terkini berupa jumlah total artikel ilmiah internasional yang terindeks pada pangkalan data bereputasi. IPB berhasil menduduki peringkat pertama dunia dengan jumlah total artikel ilmiah sebanyak 69.
Lalu disusul oleh University of Goettingeni (UGOE) Jerman sebanyak 42, Universiti Putra Malaysia (UPM) sebanyak 35, Universiti Malaysia Sabah (UMS) sebanyak 26, dan Center for International Forestry Research (CIFOR) sebanyak 24. Kelima besar institusi tersebut aktif melakukan riset sawit pada berbagai topik utama seperti pertanaman, biodiversitas, lingkungan, sertifikasi, sustainability, sosio-ekonomi, petani kecil, tutupan lahan, dan sebagainya.
Baca juga: Berlomba Remajakan Lahan Sawit
Apalagi, IPB saat ini juga aktif bekerja sama dengan UGOE Jeerman dan CIFOR melalui proyek kerja sama riset seperti OPAL, GCRF-Trade Hub, CRC990-EFForTS, dan lain sebagainya. Selain itu, kapasitas yang terbangun melalui kerja sama riset tersebut diantaranya yaitu terbentuknya pool of experts, meluasnya international networks, infrastruktur riset lappang, modul training atau kuliah, produk inovatif, dan lain sebagainya.
Kerja sama tersebut bersumber dari pendanaan dalam negeri yang berasal dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, perusahaan swasta, serta sumber lainnya dianggap berkontribusi terhadap mendorong produktivitas riset sawit yang dilakukan IPB.
“Integrasi hulu hilir sawit berbasis riset sangat penting dilakukan untuk menjamin keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia yang merupakan penyumbang devisa signifikan,” kata Rektor IPB, Prof. Dr. Arif Satria dalam keterangan tertulis IPB, Rabu (12/2) kemarin.
Baca juga: Limbah Sawit untuk Pakan Unggas
Melalui kerja sama dengan Cargill, perusahaan swasta asal Amerika Serikat (AS), IPB berhasil membangun teaching farm kelapa sawit yang sudah berproduksi di Jonggol, Jawa Barat dan menjadi tempat pembelajaran dan tempat pelatihan berbagai pihak dalam hal good agriculture practices (GAP).
Selain itu, IPB juga mengklaim telah mendesain teknologi pemupukan pertanaman sawit presisi yang dikenal dengan “PreciPalm”, sehingga penggunaan pupuk lebih efisien. Sedangkan dari pengayaan biodiversitas dan produktivitas, IPB bersama Universitas Jambi; Universitas Tadulako, Palu; dan UGOE, Jerman; membangun plot demo “biodiversity enrichment planting” sekitar 100 hektare di Jambi yang hingga kini masih terus diamati dinamikanya dan sudah menjadi referensi untuk penelitian sejenis serta percobaan replanting design.
Baca juga: Aurora, Robot Pemantau Kelapa Sawit
Hilirisasi sawit saat ini juga menjadi fokus riset IPB, seperti melalui inovasi produk surfaktan subtitusi impor untuk mendukung teknologi enhanced oil recovery (EOR) sumur minyak tua. Lalu, melalui inovasi biomaterial, IPB juga sudah memasarkan produk helm ramah lingkungna melalui perusahaan rintisan (start-up) dari serat limbah tandan buah segar. IPB juga disebut secara aktif bekerja sama dengan berbagai pihak dalam melaksanakan program summer course on sustainable palm oil (e.g. agribusiness) bagi peserta asing, pendampingan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan lain-lain.
“Terkait capaian tersebut, IPB akan terus mendorong upaya peningkatan kualitas riset sawit di Indonesia melalui pendekatan inter-disiplin maupun trans-disiplin sehingga dampaknya dirasakan penerima manfaat secara berkelanjutan,” tutupnya.