Program Asuransi Pertanian Penyelamat Petani Bandung
Manfaat besar dari Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dapat dirasakan oleh petani yang mengikutinya. Seperti yang dialami oleh petani di Kabupaten Bandung dapat bernafas lega, walaupun gagal panen.
Para petani di kabupaten Bandung ini mendapatkan pengganti modal tanam ulang karena klaim Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) telah cait.
Menurut Ayi Sopian sebagai Ketua Kelompok Tani (Poktan) Jemba Rahayu, Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, kelompoknya menerima manfaat dari AUTP mengajukannya pada musim kemarau lalu. Hasil verifikasi dari pengajuan klaim asuransinya disetujui dari beberapa anggota poktan seluas 11,5 ha, yang dipakai untuk kebutuhan usaha tani selanjutnya seperti pembelian pupuk.
"Alhamdulillah klaim asuransi tani bisa cair tidak butuh waktu lama. Seluas 11,5 ha yang gagal panen bisa langsung ditanam ulang," ujar Ayi Sopian.
Dia menjelaskan, ketika musim kemarau lalu diajukan, dengan persediaan air yang terbatas, maka petani melakukan mitigasi gagal panen dengan mendaftarkan lahannya melalui AUTP.
"Waktu itu memang ada potensi gagal karena ketersediaan air terbatas. Saat tanam airnya ada, namun saat penyiangan airnya sudah tidak ada. Karena itu kami ikutkan asuransi," ungkapnya.
Sementara, Koordinator Penyuluh Kecamatan Rancaekek Nur Yulia menambahkan, untuk mengairi 13 desa berasal dari berbagai sumber air. Di antaranya Daerah Irigasi (DI) Citarik, Depok, Ciasana, dan Cimande.
"Namun untuk daerah-daerah yang berada jauh dari sumber air seperti Desa Rancaekek Kulon disarankan untuk mengikuti AUTP karena dapat terjadi gagal panen karena kekeringan," ujar Nur Yulia.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, AUTP sangatlah penting bagi petani utamanya menghadapi musim kering. Jadi sayang sekali jika petani tidak mau ikut dalam asuransi ini.
"Preminya murah karena dapat subsidi dari pemerintah. Hanya Rp 36 ribu per hektare dari aslinya Rp 180 ribu. Sayang sekali kalau petani tidak ikut karena jika mereka gagal panen, kan ada uang yang akan cair maksimal sebesar Rp 6 juta per hektare. Ini kan sangat membantu petani," ujar Mentan Amran.
Mendapati banyak petani yang belum banyak ikut AUTP, Mentan Amran meminta Kepala Dinas Pertanian di daerah untuk rajin mensosialisasikan AUTP kepada para petani.
"Tolong AUTP ini terus disosialisasikan kepada petani karena sangat bermanfaat buat petani," kata Mentan Amran.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Ali Jamil menampakan, terkait musim kemarau, selain program AUTP, Kementan melalui Ditjen PSP telah melakukan berbagai usaha dalam mengatasi kekeringan.
Upaya penanggulangan gagal panen akibat bencana kekeringan ini sebenarnya sudah dilakukan. Seperti menginformasikan kepada para petani terkait iklim berdasar pantauan BMKG. Kemudian memberikan rekomendasi budidaya tanaman. Seperti penggunaan varietas toleran kekeringan.
"Selain itu, kami meminta petani mengikuti pola tanam yang telah ditetapkan. Termasuk meminta petani untuk menggunakan pupuk organik. Sebab akan meningkatkan daya ikat air dalam tanah," ujar Ali Jamil.
Dia mengatakan, guna mencegah semakin luasnya lahan pertanian yang terkena kekeringan dan puso, pemerintah telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, dari mulai pemerintah daerah dan TNI untuk memetakan kebutuhan alat dan mesin pertanian (alsintan) dan pemanfaatan sumber air yang harus dibangun.
"Sekarang kita sudah banyak membangun sumber air. Baik itu sumur dangkal, embung, dan damparit. Kita juga telah melakukan program pompanisasi sehingga diharapkan kekeringan bisa teratasi," kata Ali Jamil.
Sebagai tambahan informasi, lahan pertanian yang dapat diklaimkan harus memiliki kerusakan minimal 75 persen. Kerusakan atau gagal panen tersebut bisa dikarenakan hama, baik itu tikus atau wereng, serta musibah banjir maupun kekeringan.
Petani yang ingin mengasuransikan lahan pertaniannya bisa mendaftar pada Dinas TPHP dengan membayar Rp 36.000 tiap musim tanam. Setelah premi dibayarkan, akan keluar polis yang berlaku selama satu musim tanam, yakni 4-6 bulan.
Premi yang dibayarkan ini menjadi sangat rendah karena mendapat bantuan premi dari pemerintah dari yang seharusnya Rp 180 ribu per hektare, sebesar 80 persennya ditanggung pemerintah.
Sementara harga pertanggungan yang akan diterima petani jika sawahnya mengalami 75 persen kerusakan adalah sebesar Rp 6 juta per hektare. Jika tidak terjadi kerusakan, maka premi senilai dua bungkus rokok tersebut menjadi asap.