Kawin Cai Tradisi Demi Lahan Pertanian Lebih Subur
"Indonesia terkenal dengan kekayaan tradisi yang selalu digelar untuk menghaturkan rasa bersyukur kepada Tuhan atas anugerah pada lahan pertanian. Termasuk kawin Cai yang merupakan ritual adat masyarakat."
Sebagai ritual adat yang rutin diadakan oleh masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai. Perkawinan antar Air memiliki sejuta makna dalam menghaturkan puja puji pada Yang Maha Kuasa.
Dilansir dari jaslink.menlhk yang ditulis oleh Lukman Hakim, 'Cai dalam bahasa Sunda berarti air, yaitu di Desa Babakan Mulya, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Tujuan upacara adat ini adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan anugerah dan memohon keselamatan. Selain itu, Kawin cai juga bertujuan untuk memohon limpahan air agar lahan pertanian lebih subur serta kebutuhan hidup masyarakat yang membutuhkan air dapat terpenuhi.
Upacara adat Kawin Cai diawali dengan pengambilan air dari mata air Tirtayatra Situ Balong Dalem, Desa Babakan Mulya sebagai mempelai Laki-laki untuk dicampurkan (dikawinkan) dengan mata air Cikembulan Balong Cibulan, Desa Manis Kidul sebagai mempelai perempuan.
Kisah Kawin Cai berasal dari seorang pertapa, Resi Makandria atau yang dikenal dengan sebutan Sang Kebowulan (Sang Tari Wulan) dan berasal dari Cikembulan (Cibulan). Ia bertapa di Talaga Balong Dalem Tirta Yatra.
Ketika bertapa Resi Makandria merasa malu diejek oleh sepasang burung bernama Uwur-Uwur dan Naragati yang bersarang ditempat pertapaannya,karena Resi Makandria tidak memiliki istri dan keturunan. Akhirnya ia meminta calon istri kepada Resi Guru Manikmaya di Kerajaan Kainderaan (Kendan).
Kemudian Resi Guru Manikmaya memberikan putrinya yang bernama Pwah Aksari Jabung 2 untuk dijadikan calon istrinya .Pwah Aksari Jabung berparas cantik bak bidadari. Sayangnya, kecantikannya ini membuat begawan Resi Makandria tidak mau menerima sebagai calon istrinya.
Sebagai jalan keluar agar pernikahan tetap dapat berlangsung, Pwah Aksari Jabung menjelma menjadi seekor kidang (kijang) betina dan Resi Makandria menjelma menjadi seekor kerbau bule.
Kemudian mereka menikah dan memiliki keturunan yang diberi nama Pwah Bungatak Mangalengale. Setelah dewasa Pwah Bungatak Mangalengale dipersunting oleh Sang Wreti Kandayun yang mendirikan kerajaan Galuh.
Upacara Adat Kawin Cai merupakan bentuk pemuliaan masyarakat untuk memperingati peristiwa yang terjadi di Telaga Balong Dalem Tirta Yatra. Telaga, merupakan sumber mata air bagi warga Desa Babakanmulya.
Ritual adat ini dilaksanakan pada saat musim kemarau panjang atau saat masyarakat sangat sulit mendapatkan air.
Kawin Cai juga diadakan setelah masyarakat mendapat hasil baik dari pertaniannya yaitu bulan Oktober tepatnya pada malam Jumat Kliwon. Dalam perkembangannya, Kawin Cai mengalami perubahan bentuk seperti menambahkan kesenian tradisional, dan menghilangkan beberapa prosesi yang dianggap tidak sesuai.
Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan ajaran agama islam ataupaun karena alasan lain seperti untuk meningkatkan promosi daerah setempat.
Kawin Cai diawali dengan penyembelihan hewan domba di areal mata air Tirtayatra, dilanjutkan dengan memanjatkan doa. Domba yang telah disembelih dibawa oleh kaum ibu untuk dimasak dan disajikan pada waktu acara puncak.
Sekitar pukul 10.00 WIB, dimulai pengambilan air dari mata air Tirtayatra Balong Dalem oleh Kasepuhan dari Desa Babakan Mulya. Ketika tiba di Balong Dalem, rombongan masyarakat juga disambut upacara adat penyambutan tamu, yang dilengkapi “Lengser”.
Kesenian Sunda ini dilengkapi dengan penari dan pemain music diiringi musik degung. Para penari pun terdiri dari berbagai peran, ada Mbah lengser, Nini lengser, pembawa payung, pembawa umbul-umbul, dan penari perempuan.
Selanjutnya air tersebut dibawa ke Balong Cibulan tempat mata air Sumur Tujuh berada. Di cibulan dilakukan pengambilan air dari 7 (tujuh) sumber mata air yang diawali dengan memanjatkan doa oleh sesepuh dari Desa Maniskidul disaksikan oleh sesepuh dari Desa Babakan Mulya sambil membawa air dari mata air Tirtayatra.
Kemudian ke dua air yang berasal dari mata air berbeda tersebut dibawa kembali ke Balong Dalem untuk dilakukan upacara adat Kawin Cai. Usai air dikawinkan, kemudian disiramkan ke aparat desa yang menangani air dan irigasi.
Setelah upacara selesai, masyarakat Desa Babakan Mulya dan Desa Manis Kidul, juga masyarakat enam desa lainnya secara bergantian mengambil air dengan lodong atau bekong untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing sebagai benih air dan akan dimanfaatkan untuk menyiram lahan pertanian yang mereka miliki.