• 22 November 2024

80 Hektar Tambak Nila Salin Siap Beroperasi

uploads/news/2024/04/80-hektar-tambak-nila-33454734d9b7033.jpg

Pembangunan tambak ikan untuk Modeling Budidaya Nila Salin yang berada di Karawang, Jawa Barat telah dipastikan telah siap beroperasi secara penuh tahun ini. Tambak dengan berbasis kawasan tersebut dipastikan langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Trenggono.

Dalam melakukan meninjau Modeling Budi Daya Nila Salin di Karawang Jawa Barat, MenteribTrenggono menyampaikan, "Telah melihat langsung satu per satu blok petakan tambak. Alhamdulillah sudah berproduksi dengan baik. Insya Allah sudah siap peresmian. Sekarang sudah selesai semua kurang lebih 80 hektare petakan tambak budi daya ikan nila salin sudah beroperasi semuanya,” ungkap Menteri Trenggono.

Menteri Trenggono berharap pembangunan Modeling Budi Daya Nila Salin ini dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari sisi ekonomi. “Tilapia Indonesia diharapkan nantinya bisa bersaing di pasar global dan menjadi champion. Produksi ikan nila salin dari Modeling Budi Daya Nila Salin di Karawang ini siap dalam bentuk fillet dengan ukuran dikemas 700 gram ke atas. Fillet asal Indonesia sangat diminati oleh Amerika Serikat sebesar 80 persen, sisanya ke Erora dan Jepang,” terang Trenggono.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu, KKP sudah selesai membangun modeling atau proyek percontohan budidaya ikan nila salin seluas kurang lebih 80 hektare. Diproyeksikan akan menghasilkan kurang lebih 87,7 ton per hektar per siklus. Lama pemeliharaan kurang lebih 7-8 bulan.

Dirjen Tebe menjelaskan, KKP bekerjasama dengan berbagai pihak dalam menghadirkan perangkat teknologi untuk mendukung operasional modeling budidaya nila salin di Karawang. Teknologi IoT, yang merupakan karya anak negeri. Di antaranya startup e-Fishery dalam pengadaan alat e-feeder, dan startup Agree Telkom pada pengadaan IoT Water Quality Smart Sensor. 

Perangkat e-feeder digunakan untuk memudahkan dalam pemberian pakan karena dapat beroperasi secara otomatis. Sementara IoT Water Quality Smart Sensor untuk monitoring kualitas air setiap harinya melalui smartphone.

Tebe menerangkan, keberadaan e-feeder sangat efektif untuk mendukung kegiatan budidaya ikan intensif. Jumlah dan frekuensi pemberian pakan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan populasi ikan yang ada dalam petakan tambak. 

"Pembangunan modeling ini memang mensinergikan semua kekuatan, semua lini dari berbagai stakeholder terkait. KKP terus mendorong kepada semua stakeholder dan akademisi untuk terus memberikan dukungan dalam pengembangan budidaya ikan nila salin," beber Tebe.

Benih-benih nila salin yang digunakan juga berkualitas tinggi dan telah diberi vaksin, sehingga tidak rentan terserang penyakit. Salah satunya jenis Nila Sakti hasil produksi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. 

“Pada kolam Blok A dan Blok B terdapat 58 petak kolam insya Allah siap untuk dipanen. Sementara blok C dan D terdapat sebanyak 92 petak kolam telah ditebar benih ikan nila salin dengan perlakuan yang sama dengan diberikan vaksin" terangnya.

“Pembangunan modeling ikan nila salin berbasis kawasan ini nantinya bisa menjadi menjadi contoh bagi pelaku usaha budidaya ikan nila salin dan mengundang investor dalam pengembangan budidaya ikan nila salin. Modelnya tidak menimbulkan persoalan bagi lingkungan karena pembangunannya kami tata dengan baik seperti bagaimana intake dan outletnya, tandonnya dan sistem pengairannya. Selain itu yang paling penting, kami tidak membuang langsung air buangan ke laut, melainkan ada proses purifikasi terlebih dulu, dan pohon mangrove terus dijaga kelestariannya dan dikembangkan luasannya,” pungkas Dirjen Tebe.

Peningkatan produksi ikan nila juga bagian dari upaya menangkap peluang pasar perikanan di kancah global. Tilapia dari Indonesia selama ini mendapat respon positif lantaran rasa dan kualitas dagingnya dibanding ikan sejenis dari negara lain. Kondisi tersebut membuktikan prospek budidaya ikan nila salin sangat bagus. “Selanjutnya apabila berhasil, KKP akan mencoba menerapkan modeling ikan nila salin berbasis kawasan ini untuk menggantikan tambak-tambak idle di kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura),”harap Tebe.

Sementara itu, Kepala Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang M. Tahang menjelaskan, modeling ikan nila salin berbasis kawasan diharapkan bisa meningkatkan produktivitas budidaya sebesar 87,7 ton per hektare per siklus. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dari tambak nila salin tradisional yang hanya sekitar 0,6 ton per hektare per tahun. 

Lebih lanjut Tahang menjelaskan, biaya investasi pembangunan fasilitas sarana prasarana modeling nila salin berbasis kawasan mencapai Rp76 miliar. Produktivitas modeling diharapkan bisa mencapai sekitar 7.020 ton per siklus atau senilai Rp210,6 miliar dengan asumsi harga jual ikan nila salin Rp30 ribu per kg. Dari asumsi hitungan ekonomi dengan harga pokok produksi Rp24.500 per kg, modeling akan menghasilkan keuntungan sekitar Rp38,6 miliar.

Terkait benih ikan nila salin yang ditebar di modeling Karawang, Dian Hardiantho selaku Koordinator Budidaya Ikan Tilapia di BBPBAT Sukabumi menjelaskan benih ikan nila salin yang digunakan adalah benih ikan nila sakti. Jenis ikan nila ini telah resmi dirilis berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 182 Tahun 2023.

Keunggulan ikan nila sakti antara lain tumbuh cepat dan tahan terhadap bakteri Streptococcus agalactiae dan Aeromonas hydrophila. “Dengan tingkat ketahanan penyakit yang relatif tinggi, maka ikan nila sakti mampu bertahan terhadap perubahan lingkungan. Selain itu juga dengan tingkat ketahanan penyakit yang relatif tinggi akan menurunkan penggunaan obat yang berdampak negatif pada lingkungan,” jelas Dian.

Related News