Konservasi kura-kura moncong babi Carettochelys insculpta) dilakukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua, bersama PT Freeport Indonesia melepasliarkan. Sebanyak 1900 kura-kura moncong babi dilepas liar di hutan adat Kampung Nayaro, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah (07/05).
Kura-kura moncong babi memiliki potensi terancam punah yang sesuai dari daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Konservasi kura-kura moncong harus segera dilakukan karena diperdagangkan tanpa adanya pengaturan. Sementara dalam daftar IUCN (International Union for Conservation of Nature), kura-kura moncong babi berstatus EN (endangered), yaitu terancam punah.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Timika, Bambang H. Lakuy, menyampaikan asal-usul ribuan satwa endemik Papua tersebut merupakan hasil sitaan dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.
“Sebagaimana lazimnya, satwa-satwa hasil sitaan akan dikembalikan ke daerah asalnya atau biasa kita sebut translokasi. Untuk kura-kura moncong babi ini menjalani translokasi pada 22 Maret 2024 ke Kabupaten Mimika, melalui BKSDA DKI Jakarta. Kemudian ada proses habituasi di Kandang Mile 21 PT. Freeport Indonesia, sampai siap kita lepas liarkan hari ini.” Demikian kata Bambang.
Selain itu, Bambang juga menyatakan semua satwa dalam kondisi sehat sehingga memungkinkan sanggup bertahan di alam. Sementara hutan adat Nayaro menjadi pilihan lokasi lepas liar karena letaknya yang relatif jauh dari jangkauan masyarakat, juga kondisinya masih alami sehingga dapat menunjang kehidupan semua satwa yang dilepasliarkan. Selain itu, masyarakat adat di Kampung Nayaro juga memberikan dukungan, termasuk dalam hal perlindungan satwa-satwa liar di alam. Ini menjadi faktor penting dalam upaya pelestarian satwa-satwa liar dilindungi. Dengan demikian, hutan adat Kampung Nayaro sangat representatif sebagai lokasi lepas liar satwa dilindungi.
Sementara itu, Manager Environmental Central System and Project PT. Freeport Indonesia, Pratita Puradyatmika, menyatakan, “PTFI telah menjalin kerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Papua untuk relokasi dan pelepasliaran satwa sejak tahun 2006, dan selama hampir dua dekade tetap terus berkomitmen untuk berkontribusi dalam pelestarian kekayaan hayati endemik Papua. Hingga kini, PTFI telah mendukung pelepasliaran lebih dari 55.000 satwa dilindungi, endemik, dan terancam kembali ke habitat alaminya. Tidak hanya kura-kura moncong babi, tetapi juga jenis-jenis satwa Papua lainnya, termasuk berbagai jenis burung, kanguru tanah, seperti walabi dan pademelon, juga jenis-jenis reptil. Semuanya telah mendapatkan dukungan dari PTFI dalam program pelepasliaran.”
Pada kesempatan yang sama, Kepala Balai Besar KSDA Papua, A.G. Martana, menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung.
“Terima kasih kepada PT. Freeport Indonesia yang memberikan kontribusi terus-menerus dalam hal pelestarian alam dan keanekaragaman hayati Papua. Terima kasih kepada Dittipidter Bareskrim Polri dan BKSDA DKI Jakarta yang sudah melakukan upaya maksimal, sehingga ribuan satwa liar Papua ini dapat dikembalikan ke habitat alaminya. Terima kasih kepada masyarakat adat di Kampung Nayaro, yang turut serta melindungi hutan dan satwa liar di dalamnya. Kepada pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi dalam hal apa pun terkait pelepasliaran satwa ini, kami sampaikan terima kasih,” ungkap Martana.
Martana mengimbau semua pihak agar turut melakukan pengawasan terhadap peredaran satwa liar Papua yang dilindungi, sesuai kapasitas masing-masing. Dengan demikian, tindak ilegal terhadap satwa liar Papua dapat ditekan, atau diminimalkan sampai titik penghabisan.