Rintangan Petani Kecil Kelapa Sawit Mandailing Natal
Jagadtani - Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai jual dan beragam manfaat menarik, sehingga membutuhkan perhatian khusus guna mencapai kelapa sawit berkelanjutan. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman asli wilayah tropis yang keberadaannya sangat dibutuhkan. Pemerintah dan para petani memegang peranan penting dalam keberlangsungan industri sawit di Indonesia.
Kegigihan dan ketekunan para petani kelapa sawit dalam membudidayakan kelapa sawit baik dari segi petani plasma maupun petani swadaya selalu berusaha memastikan kualitas yang terbaik agar dapat diperdagangkan, sehingga menjadi salah satu sumber devisa negara dan dapat membuka lapangan kerja untuk ribuan orang.
Indonesia menjadi salah satu produsen terbesar kelapa sawit di dunia. Industri kelapa sawit di Indonesia juga harus memprioritaskan keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Praktik produksi kelapa sawit di Indonesia telah memiliki jaminan berupa sertifikat ISPO yang tertuang dalam Perpres no.44 tahun 2020 guna mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan.
Meskipun pandemi 2019, nilai ekspor kelapa sawit tetap positif di kisaran US$22,97 miliar atau tumbuh sebesar 13,6% dari 2019.
Dikutip dari (kemendag.go.id) perdagangan ada tahun 2024 menurut kementerian perdagangan RI harga referensi CPO Januari 2024 naik, biaya ekspor dipatok US$75 per ton.
Rahmat warga desa Patiluban Hilir, Mandailing Natal, Sumatera Utara merupakan pemilik perkebunan kelapa sawit puluhan tahun, hasil dari wawancara mengenai kendala yang dihadapi selama puluhan tahun mengerjakan perkebunan kelapa sawit.
Sawit diladangnya yang sekitar kurang dari 1 hektar itu menjadi salah satu penopang hidup untuk keluarganya. Rahmat meneruskan bisnis perkebunan ini dari usia muda dan telah menikmati hasil panen sawit.
“Penghasilan dari contoh tanah 1000meter itu bisa mendapatkan hasil 500.000 hingga 1.000.000 per 2 minggu panen, itupun harga 2.200/ kg per April 2024 termasuk turun.” ungkap Rahmat.
Penurunan pasokan kelapa sawit Indonesia di pasar global dapat memberikan tekanan industri, yang menyebabkan kekhawatiran tentang ketersediaan dan stabilitas harga minyak nabati.
Dikutip dari (InfoSAWIT- News), Julian Conway McGill seorang analisis dari Glenauk Economics menyatakan produksi yang rendah, program mandatori biodiesel dan tidak tersedianya lahan dari akibat kebijakan moratorium pemberian izin kelapa sawit oleh pemerintah, menjadi faktor penurunan pasokan kelapa sawit.
“Kendala yang menyebabkan penurunan pasokan kelapa sawit, dikarenakan berbagai faktor seperti iklim, kualitas bibit dan pencurian yang dikenal dengan sebutan (Ninja)” ungkap Rahmat.
Pemerintah sebenarnya telah mengalokasikan dana melalui APBN/APBD mengalokasikan dana melalui APBN/APBD untuk membantu petani dalam membudidayakan kelapa sawit.
Ketika ditanya tentang apakah anggaran dana tersebut telah dirasakan wilayah Sumatera Utara? “Kami masyarakat sini belum menerima bantuan anggaran sedikitpun dari pemerintah ketika gagal panen, katanya bantuan tersebut memiliki persyaratan yang rumit dan sulit cair.” ungkap Rahmat.
Padahal industri sawit merupakan komoditas penting dan strategis bagi perekonomian, dari segi PDB maupun sumbangannya terhadap ekspor non-migas.
Sumber:
https://www.instagram.com/p/CN1AXRtBCb-/?igsh=OHZOa3JvZngyaDU1
https://www.kemendag.go.id/berita/pojok-media/harga-referensi-cpo-januari-2024-menguat-pungutan-ekspor-dipatok-us75-per-ton
https://www.infosawit.com/2024/04/16/harga-minyak-sawit-diprediksi-menurun-di-mei-2024-i-musababnya/amp/