Peran hutan juga sangat penting dalam kontribusi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui upaya-upaya peningkatan produktifitas, diversifikasi usaha kehutanan hulu dan hilir, nilai ekonomi pangan, energi, air, dan kesehatan.
Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, saat memberikan sambutan dan keynote speech pada Webinar Nasional Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University (HAE IPB) Seri 2 di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (18/05).
Di hadapan lebih dari 600 peserta yang hadir secara daring, Bambang menekankan kembali bahwa hutan Indonesia memainkan peran yang sangat signifikan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat nasional dan global.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dan pasca terbitnya Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, KLHK telah banyak melakukan corrective action melalui perbaikan kebijakan, baik berupa kebijakan dasar maupun kebijakan operasional untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai manfaat dan nilai ekonomi hutan yang menitikberatkan pada usaha peningkatan produktivitas hutan, diversifikasi usaha kehutanan dan tata niaga kehutanan, salah satunya melalui kebijakan multiusaha kehutanan.
Bambang memaparkan spektrum multiusaha kehutanan sangat luas karena tidak lagi memandang manfaat hutan berdasarkan komoditas secara parsial melainkan mempertimbangkan manfaat hutan sebagai satu-kesatuan ekosistem dalam suatu bentang lahan (landscape), yang memadukan fungsi sosial, ekonomi, dan lingkungan secara terintegrasi.
Konsep multiusaha kehutanan adalah pemanfaatan seoptimal mungkin kawasan hutan dengan prinsip keberlanjutan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi yang memperhatikan fungsi pokok kawasan hutan untuk kepentingan negara dan masyarakat, serta dunia usaha.
Penerapan kebijakan ini memiliki berbagai potensi manfaat yang besar, antara lain meningkatkan efisiensi dalam prosedur perizinan yang lebih dari satu usaha pemanfaatan hutan, khususnya pada hutan produksi.
“Tak hanya itu, kebijakan ini juga memungkinkan terwujudnya optimasi produktivitas pemanfaatan sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristik biofisik dan sosial ekonomi dan budaya, meningkatkan akuntabilitas dan pengawasan dalam usaha pemanfaatan hutan, menghindari tumpang tindih perizinan pada lahan hutan yang sama, serta menurunkan potensi konflik pemanfaatan hutan karena beragam kepentingan dapat diakomodir dalam izin multiusaha kehutanan,” tambah Bambang.
Multiusaha kehutanan sebagai solusi bersama perlu dilakukan agar prakondisi dari target lima pilar pengelolaan hutan berkelanjutan dapat terpenuhi, yaitu kepastian kawasan, jaminan berusaha, produktivitas hutan, diversifikasi produk dan peningkatan daya saing.
“Pengembangan dan penerapan peraturan perundang-undangan Cipta Kerja merupakan sebuah inovasi dan terobosan kebijakan yang memfasilitasi, mempermudah dan mengintegrasikan proses perizinan berusaha secara elektronik untuk meningkatkan daya saing investasi Indonesia dengan tetap memperkuat integrated landscape-seascape management untuk mewujudkan keberlanjutan hutan dan lingkungan yang lestari,” papar Sekretaris Jenderal KLHK ini.
Bambang menjelaskan bahwa topik pada webinar nasional kedua ini merupakan lanjutan dan satu-kesatuan yang sangat terkait dengan topik webinar nasional pertama. Sebelumnya pada tanggal 23 Maret 2024 bertempat di Bogor, HAE IPB menyelenggarakan Webinar Nasional Seri 1 dengan tema Tata Kelola Kehutanan Menuju Indonesia Emas 2045.
“Berbicara mengenai nilai ekonomi hutan, tentunya tidak dapat dilakukan secara baik dan maksimal apabila tata kelola hutan dalam hal kepastian kawasan, kepastian usaha dan kepastian hukum tidak terselesaikan dengan baik,” tambah Bambang.
Untuk itu, kata Bambang, webinar nasional kedua ini fokus pada bagaimana mengoptimalkan nilai ekonomi hutan dengan tiga ruang lingkup utama. Pertama, nilai ekonomi hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan. Kedua, nilai ekonomi pangan, energi, air, dan Kesehatan. Dan terakhir, kolaborasi multistakeholders dan sinkronisasi program dalam implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 untuk pengendalian perubahan iklim.
Keseluruhan ruang lingkup tersebut bermuara kepada sumbangsih pemikiran terkait kondisi faktual, permasalahan, tantangan, dan harapan ke depan dalam upaya meningkatkan nilai ekonomi hutan.
“Dengan semangat care and respect, satu jiwa korsa rimbawan, saya mengajak seluruh Rimbawan Indonesia untuk terus semangat, optimis, inovatif, bangun opini dan citra positif masyarakat umum tentang rimbawan, dan paling penting ikut berkontribusi menghasilkan pikiran-pikiran cemerlang terkait keberadaan hutan dalam fungsi dan perannya sebagai suatu sistem penyangga kehidupan dan mendukung perekonomian bangsa,” pungkas Bambang.
Webinar yang diselenggarakan oleh Dewan Pengurus Pusat HAE IPB dalam rangka Hari Pulang Kampus ke-19 (HAPKA XIX) merupakan medium menghimpun poin-poin strategis pemikiran, harapan dan pandangan para Rimbawan Indonesia dan masyarakat umum terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan.
Kontribusi pemikiran para rimbawan, praktisi dan peserta pada Webinar Nasional Seri II ini akan “dijahit” sedemikian rupa bersama hasil Webinar Nasional Seri I, hasil Webinar Nasional Seri III yang akan mengangkat isu Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pelestarian Hutan, serta tanggapan para pakar pada Seminar Nasional Pembangunan Kehutanan Menuju Indonesia Emas 2045 yang akan dilaksanakan pada bulan Juli 2024 dalam sebuah “prakarsa” yang didasarkan pada berbagai kebijakan dan pengalaman masa lalu, keadaan masa kini dan tantangan yang dihadapi pada masa depan.
Prakarsa tersebut diharapkan menjadi referensi bagi para pengambil kebijakan dalam menyusun strategi pembangunan kehutanan untuk keadilan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.