Sejarah Pertanian Indonesia Lahir Dari Pemikiran Soekarno
"Bangsa yang besar tentu tidak lepas dari keberhasilan pada sektor pertanian. Pemimpin negara tentunya memiliki andil besar dalam menciptakan hingga menjalankan program."
Jagadtani - Sejarah Pertanian Indonesia ada hingga saat ini karena terlahir dari pemikiran Soekarno. Hal ini dibuktikan di masa kecilnya kehidupan Soekarno tidak lepas dari kondisi kemiskinan, salah satu yang mengelilingi kehidupan Soekarno pada saat itu adalah bersama dengan para petani. Dengan dikelilingi oleh situasi yang sangat pahit sekalipun, Soekarno tidak hanya diam begitu saja, namun terus berpikir untuk Indonesia.
Kolonialisme – Imperialisme Hingga Kemerdekaan
Kemiskinan di Indonesia saat itu dipengaruhi adanya dampak politik para penjajah atas perlakuan yang sangat tidak adil. Dengan keadaan yang seperti ini secara tidak langsung membayangi pikiran Soekarno terus menerus, hal ini justru membuat hati nurani Soekarno muda yang memiliki nasionalisme cukup tinggi serta kecintaannya pada negeri Indonesia mendorong pribadinya untuk melawan segala bentuk imperialisme dan kolonialisme.
Pada saat itu Soekarno muda tidak hanya sebatas melawan penjajah, namun pemikirannya yang sangat paham akan negara Indonesia sebagai bangsa besar, negara agraris yang kaya akan hasil sumber daya alamnya. Soekarno sangat memahami geografis Indonesia, bahwa menjadi negara besar dan maju salah satu kekuatannya ada pada pertanian karena merupakan salah satu mata pencaharian yang utama bagi bangsa Indonesia.
17 Agustus 1945 pasca Proklamasi kemerdekaan bagi Indonesia, bangsa ini masih dihadapkan dengan adanya peninggalan warisan struktur kolonialisme, seperti adanya hutang Hindia Belanda yang secara terus menerus masih dibebankan kepada Indonesia, beroperasinya perusahaan-perusahaan asing multinasional raksasa dibidang perkebunan dan pertambangan yang masih berjalan, dan lain sebagainya.
Kolonialisme berganti bentuk menjadi struktur lain yang tepatnya disebut neo-kolonialisme atau kolonilalisme baru. Hubungan-hubungan sosial yang lama tetap berlangsung dan tidak dapat diganggu gugat oleh pemerintah, hal ini salah satu yang menyebabkan pemerintah tidak dapat membuat suatu rancangan besar (Grand Design) yaitu bidang pertanian. Dimana pertanian secara jelas mampu memecahkan warisan struktural kolonial yang terjadi di Indonesia.
Pembangunan Perguruan Tinggi Di Bidang Pertanian
27 April 1952, secara simbolis Soekarno sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia melakukan peletakkan batu pertama Gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (UI) di Baranangsiang Bogor. Pembangunan dilakukan oleh CV. De Condor di pusat kompleks Jalan Otto Iskandardinata yang kemudian dikenal dengan nama Institut Pertanian Bogor (IPB) Baranangsiang hingga saat ini berganti dengan nama IPB University.
Upacara sekaligus peletakan batu pertama inilah yang menjadi sejarah awal perjalanan Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam ranah pendidikan perguruan tinggi di Indonesia pada bidang pertanian. Kini gedung Fakultas Pertanian UI di Bogor telah berubah menjadi Kampus IPB Baranangsiang. Gedung ini kemudian dimanfaatkan sebagai gedung pascasarjana IPB University dan telah ditetapkan sebagai Situs Sejarah (Cagar Budaya) Kota Bogor oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor.
Pada tanggal 27 April 2024 lalu, sejarah peletakan batu pertama pembangunan Kampus IPB Baranangsiang oleh Sukarno ini telah menginjak usia 72 tahun. Sebuah peristiwa sejarah yang telah terpatri selama 9 windu dalam catatan IPB University. Peristiwa bersejarah yang tidak akan pernah padam dan senantiasa terukir abadi dalam hati.
Rancangan Besar Pemikiran Soekarno Untuk Pertanian Indonesia
Pada saat itu Soekarno sangat memahami secara keseluruhan terkait dengan pertanian Indonesia. Bahwa pertanian merupakan salah satu penghasil ekonomi dan mata pencaharian utama rakyat Indonesia, akan tetapi nasib petani justru jauh dari kata sejahtera, makmur dan nyaman. Yang terjadi adalah semakin turunnya derajat sosial petani Indonesia dibandingkan profesi lainnya. Sehingga hal inilah yang semakin membangkitkan keyakinan Soekarno pada pertanian Indonesia untuk lebih berkembang dan maju, karena kekuatan Indonesia adalah pada pertanian dan teknologi.
Dalam kesempatan ini, Soekarno menyampaikan pidatonya secara terstruktur, yang dikenal dengan nama ‘Almanak Pertanian 1953’. Pidatonya cukup mengobarkan dan menggelorakan semangat para pemuda-pemudi yang hadir saat itu, dan pidato Soekarno yang berjudul “Soal Hidup atau Mati” menegaskan dan menekankan pentingnya pertanian karena akan menentukan hidup matinya bangsa Indonesia.
Pidato Pembukaan Presiden Soekarno mengatakan bahwa ia sengaja menulis dan menyusun pidato tersebut agar dapat menjadi risalah yang senantiasa dibaca, dibaca lagi, dan dibaca lagi oleh pemuda pemudi Indonesia. Bukan hanya dari Fakultas Pertanian di Universitas ini saja tetapi di seluruh tanah air. Penyampaian pidato oleh Soekarno ini mampu membangkitkan pemikiran pemuda-pemudi Indonesia untuk memilih Fakultas Pertanian dan Kedokteran Hewan guna dapat mengatasi dan menangani persoalan pertanian terutama pangan dengan penerapan teknologi.
Soekarno menegaskan dalam pidatonya bahwa petani adalah tulang punggung utama untuk pangan Indonesia sehingga petani itu soko guru bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Dan pangan adalah hidup-matinya sebuah bangsa, Jika membaca dan berkaca dari sejarah yang ada, bukti bahwa bangsa-bangsa yang maju adalah memberikan kedaulatan pangan sebagai prioritas utama.
Selain itu bangsa Indonesia yang melimpah akan sumberdaya manusia dan sumberdaya alamnya yang dimiliki bahwa sektor pertanian merupakan salah satu fundamental unggulan bangsa ini. Contoh negara-negara lain seperti India, Vietnam dan Thailand dapat dijadikan referensi bahwa ketika pertanian sebagai sumber kekuatan ekonomi rakyatnya, maka bangsa-bangsa tersebut duduk setara dan disegani serta dihormati oleh bangsa-bangsa lainnya.
Sumber:
https://arsipedia.ipb.ac.id/server/api/core/bitstreams/fad827e7-4d75-4fc8-ba30-26b49675d6f2/content
https://dgb.ipb.ac.id/sejarah/
https://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/13785/BAB%20II.pdf?sequence=3&isAllowed=y