Panduan Ekspor Petani Kecil Bebas Deforestasi
"Peraturan Uni Eropa menyangkut komoditas yang diekspor harus tidak berasal dari daerah kerusakan hutan atau bebas deforestasi. Tentu aturan memberikan ketegasan bagi para petani yang ingin mengekspor hasil hutan."
Jagadtani - Terkait dengan peraturan bebas deforestasi yang dikeluarkan oleh Uni Eropa, terdapat tujuh komoditas yang terdampak, yakni kakao, kopi, minyak sawit, karet, kayu, kedelai dan daging sapi. Untuk mengatasi Hal tersebut, petani harus mengetahui pedoman atau paduan agar tetap dapat mengirimkan hasil panennya.
Dilansir dari siaran pers, Greenpeace memberikan informasi telah ada seumlah lembaga organisasi masyarakat sipil nonprofit meluncurkan Panduan Bebas-Deforestasi untuk Petani Kecil. Pedoman ini berisi langkah-langkah praktis bagi petani kecil–seperti petani sawit, karet, hingga cokelat–untuk menjaga hutan mereka, sekaligus memastikan komoditas yang dihasilkan bisa menembus pasar global karena sesuai dengan ketentuan bebas-deforestasi.
“Petani kecil kerap disalahkan atas terjadinya deforestasi di Indonesia dan kemudian tersisih dari pasar. Namun, kolaborasi kami dengan petani kecil membuktikan bahwa mereka bisa melakukan praktik bebas-deforestasi. Kami berharap dengan pedoman ini para petani kecil anggota kami mendapat akses yang lebih adil terhadap pasar. Mereka juga akan bisa membantu pemerintah mewujudkan komitmen mengurangi deforestasi,” kata Sabaruddin, Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).
Panduan Bebas-Deforestasi untuk Petani Kecil Indonesia ini telah dikembangkan selama lebih dari enam tahun atas kolaborasi High Carbon Stock Approach (HCSA), SPKS, Yayasan Petani Pelindung Hutan (4F), Greenpeace, dan High Conservation Value Network (HCVN). Proses tersebut juga mencakup uji coba lapangan bersama petani kecil di Kalimantan Barat selama empat tahun, demi memastikan panduan ini sederhana dan mudah diadaptasi oleh komunitas lokal.
Pedoman ini berisi petunjuk praktis yang sederhana, misalnya bagaimana komunitas petani dapat mengidentifikasi dan memetakan area tutupan hutan dan lahan di kampung mereka. Dalam setiap tahapan praktisnya, panduan ini mengharuskan adanya persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan atau padiatapa (FPIC–free, prior, and informed consent) dari komunitas terkait.
Panduan Bebas-Deforestasi untuk Petani Kecil ini akan memperkuat kelembagaan dan tata kelola sumber daya alam, serta menerapkan perangkat manajemen dan pemantauan pelindungan hutan, juga memberikan insentif bagi masyarakat untuk mendukung pelindungan tersebut.
“Kami para petani yang tergabung dalam Komunitas Poyo Tono Hibun sebagai masyarakat Dayak Hibun sangat mendukung adanya Toolkit Bebas-Deforestasi ini. Saya melihat sendiri bahwa Toolkit ini benar-benar dikembangkan berdasarkan masukan dari para petani, masyarakat adat dan komunitas lokal, ketika Toolkit ini diujicobakan di Kalimantan Barat. Saya sudah melihat sendiri dampak positifnya. Kami membutuhkan bantuan dari semua pihak agar para petani dapat menerapkan praktik-praktik terbaik dan terus melestarikan hutan tanpa meninggalkan kearifan lokal dan budaya kami,” kata Valens Adi, perwakilan petani dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Tirza Pandelaki, Direktur Eksekutif Yayasan Petani Pelindung Hutan (4F) mengimbuhkan, “Dalam menyusun panduan ini, kami bekerja sama dengan para petani kecil di desa, termasuk perempuan petani dan anak muda dan menyaksikan hutan yang terjaga serta ada peningkatan dalam kehidupan para petani kecil. Kini kami berharap panduan ini bisa diterapkan di seluruh Indonesia, serta mendatangkan insentif dan menguntungkan petani kecil untuk melindungi hutan mereka.”
Menurut Kepala Global Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace, Kiki Taufik, dengan panduan ini petani kecil dapat membantu pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis iklim. “Deforestasi masih menjadi isu besar untuk Indonesia, tapi dengan panduan ini petani kecil bisa berkontribusi mencapai target konservasi dan komitmen iklim Indonesia. Greenpeace berkolaborasi dalam proses ini agar petani kecil bisa membuktikan bahwa mereka bisa bebas-deforestasi, melindungi hutan, dan memenuhi sejumlah persyaratan, misalnya yang diatur dalam UU Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EUDR.”
Jesús Cordero, Direktur Eksekutif HCSA menambahkan, EUDR dan peraturan internasional lainnya tak bisa mengabaikan besarnya potensi kontribusi petani kecil dalam mewujudkan rantai pasok yang bebas deforestasi. “Toolkit ini memungkinkan petani skala kecil untuk membuktikan bahwa mereka mampu memproduksi komoditas dan melestarikan hutan serta keanekaragaman hayati, dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal. Mereka dapat menjadi kunci yang menghubungkan rantai pasok dan pasar yang berkelanjutan ketika bermitra dengan produsen dan pembeli besar.”