BMKG Dorong Petani Milenial Hadapi Krisis Pangan
Perubahan iklim membuat sektor pertanian merasakan imbas paling besar sehingga peran petani milenial dan pemanfaatan teknologi menjadi kunci penting bagi Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Untuk hal tersebut, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mendorong petani millenial untuk sadar iklim guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya produksi pertanian.
Dilansir dari BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan petani milenial memegang kunci utama dalam mengatasi krisis pangan. "Saat ini semua negara menghadapi persoalan yang sama yakni soal ketahanan pangan akibat perubahan iklim. Salah satu langkah mitigasi dan antisipasi yang dilakukan BMKG adalah terus membangun kesadaran iklim di kalangan petani, utamanya petani milenial," ungkap Dwikorita di sela-sela acara Sekolah Lapang Iklim (SLI), di Bantul, Yogyakarta, Jumat (28/06).
Dwikorita mengatakan, petani milenial Indonesia memiliki potensi besar untuk membantu pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Mereka, kata dia, yang akan mengusung generasi emas di 2045. Sementara di waktu yang berdekatan, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memprediksi jika tidak ada langkah mitigasi serius, maka dunia akan mengalami krisis pangan pada tahun 2050 mendatang.
Menurutnya, sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim dan dampak buruk kejadian ekstrem cuaca/iklim dapat mengakibatkan penurunan produksi secara kuantitas maupun kualitasnya, berkembangnya hama penyakit disebabkan tidak berjalannya pola tanam yang baik, yang kemudian dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Kejadian iklim ekstrem berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami gagal panen atau puso semakin luas.
"Petani millenial ini harus mendapat pemahaman yang cukup tentang cuaca dan iklim, agar mereka bisa menyusun perencanaan strategi dan langkah-langkah apa yang harus disiapkan dilakukan bila sewaktu-waktu terjadi kekeringan atau kondisi ekstrim seperti banjir dan lain sebagainya yang bisa berakibat gagal panen," imbuhnya.
"Jika gagal panen dampaknya bisa kemana-mana, karena mengancam kestabilan harga dan bisa mengakibatkan inflasi. Nah, inflasi ini dapat berdampak pada daya beli masyarakat, penurunan nilai mata uang, kenaikan suku bunga, sampai perlambatan pertumbuhan ekonomi," tambah dia.
Karena itu, generasi petani milenial dan penggunaan teknologi memiliki peran penting dalam memajukan sektor pertanian. BMKG sendiri, lanjut Dwikorita, menyediakan informasi cuaca dan iklim yang dapat diakses dengan mudah oleh petani. Diharapkan, petani dan tenaga penyuluh pertanian bisa memanfaatkan layanan informasi cuaca dan iklim tersebut dengan baik serta mampu beradaptasi dengan situasi cuaca dan iklim kekinian.
Sementara itu, Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan dalam pelaksanaan SLI, BMKG mengusung tema pemanfaatan teknologi. Salah satunya melalui pengenalan dan pemanfaatan inovasi Augmented Reality SLI yaitu dimana pembelajaran materi SLI disimulasikan dalam gabungan dua dimensi dan ataupun tiga dimensi kedalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi. Inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan keefisienan pembelajaran SLI dan memberikan pengalaman melihat objek secara langsung tanpa perlu kelokasi / membawa alat peraga.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia, D.I Yogyakarta, Ibrahim mendukung penuh penyelenggaraan SLI yang dilakukan BMKG. Menurutnya, SLI menjadi salah satu instrumen penting dalam upaya pengendalian inflasi pangan. Inflasi di sektor pangan sendiri, kata dia, sangat dipengaruhi faktor musim.
"Gagal panen atau distribusi pangan yang terhambat akan membuat harga pangan bergejolak. Inilah yang akhirnya memicu inflasi," tuturnya.
Kepala BMKG, Dwikorita menerangkan, Badan Meteorologi Dunia (WMO) baru saja menyatakan bahwa tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat Celcius di atas zaman pra industri. Angka ini, kata Dwikorita, nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement tahun 2015 bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celcius. Pada tahun 2023, terjadi rekor suhu global harian baru dan terjadi bencana heat wave ekstrem yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa.
"Situasi ini perlu menjadi perhatian kita bersama. SLI yang digelar BMKG ini merupakan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim guna menjaga ketahanan pangan nasional. SLI menjadi salah satu bentuk komitmen BMKG untuk berperan serta mewujudkan kedaulatan pangan, kesejahteraan petani dan juga nelayan," pungkasnya.