Monumen Tanah Kritis menjadi langkah dalam mengedukasi masyarakat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH).
Bangunan MTK yang terdiri atas tanah kritis seluas kurang lebih 500 m2 yang dilestarikan keberadaannya arau kekritisannya. Selain itu terdapat Model Penerapan Bangunan KTA yang terdiri atas DAM pengendali, gully plug, teras bangku, saluran pembuangan air, bangunan terjunan dan arboretum.
Bangunan MTK ini berada di Areal pengelolaan BPDAS Solo, dengan luasan kurang lebih 14.000 m2 (1,4 ha). Keberadaan Bangunan MTK diharapkan agar masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi, untuk turut serta dalam upaya konservasi tanah dan air (KTA).
Pada kesempatan tersebut, Dyah menyampaikan keberadaan monumen ini menjadi pengingat bagi masyarakat luas bahwa dulu kondisi lahan di sekitarnya sangat kritis. Seiring dengan upaya konservasi tanah dan air, lahan di sana secara perlahan menjadi subur.
"Hal ini sangat penting dilakukan sehingga dapat berkontribusi dalam upaya penurunan lahan kritis," ujar Direktur Jenderal PDASRH Dyah Murtiningsih pada acara Penamaan Monumen Tanah Kritis (MTK) Ir. Bambang Soekartiko - Ir. Dwiatmo Siswomartono, M.Sc di Desa Sukosari, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, pada Selasa (02/07).
Kegiatan penamaan MTK dengan nama tokoh KTA yaitu Ir. Bambang Soekartiko dan Ir. Dwiatmo Siswomartono, M.Sc, merupakan bentuk penghargaan kepada keduanya yang telah memberikan banyak kiprah dan kontribusi di bidang konservasi tanah dan air. Penamaan MTK pun dilatarbelakangi oleh ide dan usaha kedua tokoh tersebut untuk mewujudkan monumen ini.
"Tanah ini untuk memberikan peringatan kepada masyarakat luas, kondisi apabila tanah atau lahan di sekitar kita tidak dilakukan konservasi tanah dan air, yang terjadi adalah lahan kritis seperti yang ada di monumen sini. Dengan adanya monumen ini tentu saja kita berharap masyarakat luas akan bisa belajar kedepan kita untuk benar-benar menerapkan konservasi tanah dan air," katanya.
KLHK pada praktiknya bersama-sama dengan Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI) yang merupakan sebuah wadah untuk menggalang perhatian, minat, dan daya upaya anggota masyarakat dari berbagai lingkungan, bidang profesi, dan tingkat keahlian yang berkenaan dengan KTA dalam rangka melaksanakan konservasi tanah dan air di Indonesia untuk kesejahteraan rakyat.