KKP Mulai Lakukan Hilirisasi di Lokasi Modelling PIT
Program hilirisasi dari pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada okasi modelling penangkapan ikan terukur (PIT) di Tual, mulai dilaksanakan.
Kebijakan yang mengintegrasikan hulu (penangkapan) dengan hilir (pengolahan dan pemasaran) guna menumbuhkan ekonomi di wilayah produsen melalui efisiensi dan efektifitas penangkapan ikan, menjaga mutu hasil tangkapan, penanganan dan pengolahan produk, serta distribusi dan pemasaran, diharapkan akan memberikan efek ganda (multiplier effect) untuk pertumbuhan ekonomi lokal.
"Sesuai tugas dan fungsi, kami (PDSPKP) menginisiasi penguatan hilirisasi dan penguatan daya saing dalam implementasi modelling PIT," terang Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Budi Sulistiyo melalui keterangan tertulisnya.
Budi mengatakan, per Juni 2024 telah dilakukan pengiriman ikan ke Pulau Jawa dengan volume sebesar 30,6 ton atau setara 2 kontainer dengan jenis ikan layang dan deho.
Berdasarkan hasil pengecekan mutu, produk yang dikirim tersebut didominasi oleh mutu grade A (46,67%) dan grade B (45,62%), sedangkan yang pecah perut (PP) hanya 7,71%.
"Ini menunjukkan bahwa mutu ikan berproses lebih baik dibanding ketika nelayan langsung mendaratkan ke Pulau Jawa dimana yang pecah perut/rusak dapat mencapai lebih dari 30%," jelasnya.
Peningatan kualitas ikan tersebut, kata Budi, dipengaruhi oleh jarak, waktu, dan sarpras pendingin dalam pengangkutan. Karenanya, sejak peresmian modeling PIT, KKP melakukan sejumlah upaya seperti memberikan bimbingan teknis dan pendampingan bagi para nelayan terkait cara penangkapan dan penanganan ikan yang baik di atas kapal.
Khusus Ditjen PDSPKP, Budi memastikan jajarannya telah melaksanakan fasilitasi kerjasama antara pemilik ikan (nelayan) dengan pemilik tempat penyimpanan (cold storage) dan Unit Pengolahan Ikan (UPI). Kemudian fasilitasi kerjasama dengan penyedia kapal angkut atau penyedia layanan jasa logistik khususnya shiping line dan container provider, serta konsolidasi muatan sesuai kapasitas yang dibutuhkan agar dapat dibawa dari Tual ke wilayah industri dan konsumen di Pulau Jawa atau langsung menuju pasar ekspor.
Sementara dari sisi pemasaran, PDSPKP juga mengupayakan pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan akses pasar melalui promosi dan temu bisnis dengan para buyers di negara tujuan ekspor.
"Dalam pemodelan PIT Tual telah dibangun kemitraan antara nelayan, pengolah dan pembeli ikan dengan mekanisme Business to Business. Sebagai contoh, ikan yang keluar dari Tual dikirim ke Surabaya atau Jakarta dan dipastikan telah ada pembelinya," urainya.
Upaya lain yang juga terus dilakukan KKP adalah pelaksanaan bimbingan teknis cara pengolahan yang baik dan penanganan mutu ikan bagi Unit Pengolahan Ikan (UPI), termasuk peningkatan kompetensi para pegawai lokal, sehingga UPI tersebut memiliki SKP dan HACCP. Hal ini akan memberikan jaminan terhadap produk yang dihasilkan atas mutu dan keamanan pangannya sesuai dengan standar pasar, baik pasar domestik maupun ekspor.
"Intinya kita bergerak seiringan dan terus berupaya agar modelling PIT di zona 3 ini bisa berjalan optimal," tutup Budi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menjadikan Kota Tual dan Kepulauan Aru di Maluku sebagai lokasi modeling PIT. Pelaksanaan kebijakan ini menerapkan prinsip-prinsip penangkapan ikan yang berkelanjutan dan ekosistem bisnis perikanan hulu hilir.