Kualitas Perikanan Dijamin KKP Berstandar Global
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjamin mutu dan keamanan hasil kelautan dan perikanan dengan penyediaan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil kelautan dan perikanan (SJMKHP) berstandar nasional dan global.
"Kita berkomitmen menegaskan pada konsumen baik lokal maupun global bahwa produk perikanan Indonesia aman dan bermutu," kata Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPPMHKP), Ishartini saat berbicara di peringatan Dies Natalies Universitas Padjajaran (Unpad).
Ishartini mengatakan saat ini terdapat 6 standar dan acuan layanan untuk sertifikasi produk perikanan primer yaitu Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dengan acuan SNI 8228.1:2015, Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) dengan acuan SNI 8035:2019, Cara Penanganan Ikan yang Baik diatas Kapal (CPIB Kapal) dengan acuan SNI 8087:2014/. Kemudian Cara Pembuatan Pakan Ikan yang Baik (CPPIB) dengan acuan SNI masing – masing komoditas, Cara Pembuatan Obat Ikan yang Baik (CPOIB) dengan acuan Perdirjen Perikanan Budidaya No. 187 tahun 2023, dan Cara Distribusi Obat Ikan yang Baik (CDOIB) dengan acuan Perdirjen Perikanan Budidaya No. 186 tahun 2023.
Terkait produk perikanan pasca panen, terdapat 3 standar dan acuan layanan seperti Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dengan acuan CODEX, Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) / Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik – Titik Kritis dengan acuan SNI CXC 1:1969 (ditetapkan BSN tahun 2021), serta sertifikat Pengelolaan Distribusi Ikan (SPDI) dengan acuan PP No. 27 Tahun 2021, Permen KP No. 58 Tahun 2021 dan PP 57 Tahun 20218.
Semua sertifikasi ini diterbitkan oleh BPPMHKP selaku Otoritas Kompeten melakukan Quality Assurance (QA) di pasar global, regional maupun nasional adalah untuk memberikan jaminan mutu terhadap hasil kelautan dan perikanan.
"Sertifikasi tersebut ditujukan untuk meningkatkan trust dan market access untuk pasar ekspor. Kemudian di pasar domestik digunakan untuk membangun citra baik, kepuasan konsumen, serta membuat produk menjadi lebih kompetitif," terang Ishartini.
Merujuk data organisasi pangan dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO), selama periode 1961-2021 pertumbuhan konsumsi pangan hewani asal perairan/perikanan tumbuh secara signifikan dengan rata-rata 3 persen pertahun. Jumlah ini diatas pertumbuhan populasi dunia sebesar 1,6 persen untuk periode yang sama. Pertumbuhan ini diiringi dengan tuntutan, keinginan dan harapan konsumen baik di level nasional, regional dan global khususnya tentang produk, mutu produk, keamanan produk serta isu – isu yang berkembang.
"Ini terjadi baik dari sub sektor perikanan budi daya, penangkapan, penanganan, pengolahan dan distribusi," urainya.
Ishartini memaparkan isu pada subsektor perikanan budidaya seperti rekayasa genetik, penggunaan bahan antibiotik, bahan kimia berbahaya, pakan dan obat yang aman konsumsi dan ramah lingkungan, penggunaan pakan dan obat tidak bersifat membahayakan manusia, residue antibiotik dan obat, serta bahan kimia berbahaya lainnya. Menurutnya, hal tersebut dapat dijawab dengan pembinaan dan sertifikasi CPIB, pembinaan dan sertifikasi CBIB, standar dan sertifikasi ramah lingkungan, pembinaan dan sertifikasi CPIB, CPOIB, CDOIB, hingga program Anticbiotic Monitoring Residue (AMR), dan Program National Residue Monitoring Plan (NRMP).
"NRMP ini juga merupakan prasyarat utama perikanan budidaya Indonesia untuk memasuki pasar Uni Eropa," jelasnya.
Sementara di subsektor perikanan tangkap terdapat sejumlah diantaranya, berasal dari perikanan yang bebas Illegal, Unreported and Unregulated (IUU), alat tangkap yang digunakan terlarang atau tidak ramah lingkungan (penggunaan TED), penggunaan bahan kimia untuk penyimpanan (formalin), ketertelusuran (traceability), biological substance (Salmonella, E Coli, V. Parahaemolyticus, L. Monocytogenes) dan lain sebagainya.
Terkait ini, Ishartini meyiapkan pembinaan dan Sertifikasi CPIB Kapal, pembinaan dan Sertifikasi HACCP Kapal, pembinaan dan Sertifikasi Catch Certificate (CC), sistem ketertelusuran (traceability), penggunaan Kapal dan Alat Penangkapan Ikan (KAPI) yang ramah lingkungan.
Dikatakannya, selain tuntutan konsumen, pasar dan negara importir kini mensyaratkan 3 hal utama yaitu meminta jaminan mutu dan keamanan hasil kelautan dan perikanan yang diperdagangkan, dalam hal ini dituangkan dalam bentuk Health Certificate (HC) dimana sertifikat ini menyatakan bahwa produk yang dikirim ke negara importir ada aman untuk di konsumsi (safe for human consumption). Negara importir juga mempersyaratkan pemenuhan syarat dan standar sebagaimana yang telah mereka tetapkan sesuai dengan aturan dan regulasi (importing country). Hingga pada saat penerimaan produk kelautan dan perikanan di entry port, negara importir menekankan penilaian dilakukan secara In Process Inspection (IPI) dengan menekankan pada kemampuan ketetelusuran produk tersebut (traceability).
"Kita jawab ketiga tantangan dengan jaminan mutu dan keamanan hasil kelautan dan perikanan hulu – hilir (down stream to upstream), dalam hal ini beberapa negara – negara maju mengistilahkan kebijakan from farm to table or from farm to fork," tutupnya.
Sebelumya, Menteri Kelautan dan Perikanan mendorong optimalisasi sumber daya kelautan dan perikanan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Trenggono menekankan pentingnya optimalisasi potensi sumber daya kelautan dan perikanan juga mampu mengerek industri makanan laut, sehingga ujungnya bisa meningkatkan perekonomian Indonesia.