"Burung Hantu sebagai predator memiliki keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh Sahabat Tani dalam mengatasi hama tikus. Kemampuan tersebut membuat Kementerian Pertanian berupaya melakukan Gerakan Massal Pemasangan Rumah Burung Hantu se-Indonesia."
Jagadtani - Burung Serak Jawa (Tyto alba) lebih dikenal Burung Hantu yang kerap dapat membantu mengatasi hama tikus. Beberapa lahan perkebunan sengaja menjaga ekosistem burung Hantu yang memangsa berbagai hama hewan, seperti tikus, tupai dan lainnya.
Namun demikian, Suwandi - Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian meminta petani untuk berhati-hati memegang burung hantu. Hewan ini mempunyai naluri membunuh tikus dengan kekuatan cakar kakinya. Kelebihan burung hantu lehernya bisa berputar 270 derajat, sehingga bisa memantau keberadaan tikus-tikus di area persawahan.
“Burung hantu aktifnya di malam hari, sehingga muncul mitos bahwa dia hewan menyeramkan. Burung hantu Tyto Alba sahabat petani, karena dia membunuh tikus di sawah, menjaga ekosistem alam dan rantai makanan,” pungkasnya.
Suwandi juga mengklarifikasi mitos bahwa burung hantu bisa memakan walet. Karena itu, imbaunya, pintu sarang burung walet jangan dibuat terlalu lebar, karena pada malam hari bisa saja didatangi burung hantu. Sehingga burung walet menjadi stres atas kehadiran burung hantu di sarangnya.
Suwandi menambahkan, untuk pengendalian tikus yang ramah lingkungan dan hemat biaya bisa dilakukan dengan TBS atau sistem bubu perangkap, yakni teknik pengendalian hama tikus yang mampu menangkap banyak tikus sawah terus menerus selama 1 musim tanam. Metode TBS ini membutuhkan plastik dengan lebar 60-70 cm yang dipasang mengelilingi lahan.
Dirjen Tanaman Pangan menekankan pentingnya pengendalian hama tikus, karena dapat berdampak mengurangi produksi padi hingga 50 persen. Misalnya, dari produksi 6 ton menjadi 3 ton per hektar. Hal ini tentu saja dapat mengurangi pendapatan hasil usaha para petani.
Dalam kesempatan acara ini, Suwandi juga memaparkan beberapa teknik lain untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dari serangan hama tikus. Ia mengutarakan, berdasarkan peninjauannya saat melakukan pengendalian hama tikus di hamparan padi fase vegetatif di area persawahan di Desa Neglasari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Sabtu pagi ini ditemukan 1.200 lubang tikus.
Suwandi melihat di kawasan ini banyak lubang tikus di area persawahan. Karena itu, dia menekankan bahwa petugas OPT harus dilengkapi peralatan penghalau kelelawar dan penangkap tikus.
Ia juga menekankan bahwa petugas OPT harus dilengkapi dengan alat untuk hama tikus menggunakan agens nabati hayati, misalnya Beauveria bassiana, Paenibacillus, atau menggunakan ramuan dari buah mojo, ramuan Mbah Yoso, dan lainnya.
“Konsepnya Triangle Diamond dan LEISA, yakni pertanian berkelanjutan dan revolusi hijau lestari. Berkelanjutan prinsipnya adalah bertani ramah lingkungan, berbiaya murah, atau low cost,” jelas Suwandi.
Kemudian, untuk menjaga produktivitas padi, Suwandi mengutarakan bahwa pertanian harus dilakukan dengan menerapkan mekanisasi dan teknologi ramah lingkungan, sehingga menjadi fungsi ekologi, menjaga kesinambungan ekosistem sawah, air, dan lainnya. Karena itu, ia menegaskan untuk tidak meracuni tanah, air, dan lingkungan dengan bahan kimia sintetis berbahaya beracun, seperti penggunaan obat tetes yang sangat berbahaya.
“Untuk menjaga produktivitas padi, gunakan pupuk organik, lakukan pola Pengendalian Hama Terpadu (PHT), gunakan pestisida agens hayati, dan taburkan benih-benih ikan di sungai dan saluran irigasi,” urainya.
Selain itu, Suwandi mengimbau untuk melarang pembuangan sampah, plastik, enceng gondok, dan pembangunan liar di sepanjang sungai.
“Mari lakukan kerja bakti gotong royong membersihkan saluran irigasi dan jalan usah tani, lestarikan lingkungan dan ekosistem sawah padi, kita wariskan lahan subur bagi generasi mendatang. Ini semua dilakukan dalam kerangka tujuan yang lebih luas.