• 22 November 2024

Pemasangan GPS Collar Gajah 'Lestari' Demi Pemantauan

uploads/news/2024/08/pemasangan-gps-collar-gajah-9070825456d7aae.jpg

Jagadtani - Mengatasi interaksi negatif Gajah dengan manusia, pemasangan GPS Collar dilakukan pada Gajah betina bernama Lestari Balai Besar TNBBS. Hal tersebut berdasarkan Sistem Informasi dan Data Gerakan Konservasi Bukit Barisan Selatan (SIGER) tahun 2019-2023.

Secara data intensitas interaksi negatif antara gajah sumatera dengan masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), dilaporkan bahwa di wilayah Kabupaten Lampung Barat terjadi interaksi negatif gajah-manusia sebanyak 35 kali, di Kabupaten Tanggamus terjadi interaksi negatif gajah-manusia sebanyak 28 kali, dan di Kabupaten Pesisir Barat terjadi interaksi negatif gajah-manusia sebanyak 14 kali.

Di Kabupaten Lampung Barat, sejak tanggal 14 Juli 2024 dilaporkan bahwa kelompok gajah liar berada di Pekon Sidorejo, Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat, dan telah menimbulkan interaksi negatif dengan merusak kebun masyarakat. Gajah liar tersebut teridentifikasi sebagai kelompok gajah liar “Bunga-Lestari” dan kelompok “Jambul-Ramadhani” berjumlah sekitar 18 ekor.  

Penggunaan teknologi sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh Balai Besar TNBBS dalam penanggulangan interaksi negatif satwa gajah dengan masyarakat di sekitar Taman Nasional dengan pemasangan 2 unit Global Positioning System (GPS) collar (Satellite GPS/UHV collar for Elephant OGI, 13 D cells) pada dua individu gajah pada kelompok gajah “Bunga-Lestari” yang berjumlah 12 ekor dan dipantau pergerakannya sejak 20 Mei 2022, serta pada kelompok gajah “Jambul-Ramadhani” yang berjumlah 6 ekor, dipantau pergerakannya sejak 29 Maret 2023.

Namun, kedua kelompok gajah tersebut hanya bisa terpantau secara berkala hingga 16 April 2023, disebabkan collar tersebut mengalami gangguan pada jaringan satelit OGI SAT, dan pemulihan jaringan oleh provider satelit yaitu ORBCOMM belum berhasil dilakukan. Balai Besar TNBBS juga berupaya untuk mendapatkan penggantian 2 unit GPS collar baru dari produsen Africa Wildlife Tracking (AWT) pada Desember 2023 dengan layanan satelit yang berbeda (Satellite IR SAT (GPS/UHF) collar for Elephant, Iridium, 8xD cells, LED, 2xD cells).

Selanjutnya, Balai Besar TNBBS membentuk Tim gabungan untuk pemasangan GPS collar dengan tujuan mengganti GPS collar yang sudah tidak berfungsi dengan GPS collar baru.

Petugas teknis Balai Besar TNBBS yang tergabung dalam tim terdiri dari dokter hewan, polisi kehutanan, mahout/perawat gajah dan petugas fungsional lainnya, dengan melibatkan pihak-pihak terkait antara lain mahout BKSDA Bengkulu, personil TNI dari Koramil 422-07/Batu Brak dan personil POLRI dari Kepolisian Sektor Bandar Negeri Suoh, masyarakat yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Lembah Suoh, Satgas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), masyarakat mitra polhut dan mitra (WCS-IP).

Kegiatan tersebut dipimpin oleh Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Krui BPTN Wilayah II Liwa, Maris Feriyadi, S.H., M.Hum.,.  

Tim gabungan tersebut telah berhasil memasang kembali 1 unit GPS Collar pada salah satu gajah betina dewasa bernama "Lestari" dengan bobot berkisar 3019 - 3252 kg. Proses pemasangan GPS Collar hanya memakan waktu sekitar tujuh menit dilakukan pada hari Jumat (19/07) pukul 09.47 WIB.

Pemasangan GPS Collar dilakukan di kawasan Hutan Lindung Kotaagung Utara, Kec. Suoh Kab. Lampung Barat. Pemasangan GPS Collar ini pada awalnya mengalami ketertundaan, hal ini dikarenakan adanya interaksi negatif antara manusia dan satwa harimau sumatera di wilayah Suoh dan Bandar Negeri Suoh, Kab. Lampung Barat.

Proses pemasangan GPS Collar oleh Tim gabungan tersebut dengan pengawasan dokter hewan Balai Besar TNBBS, Drh. Erni Suyanti, M.Ling, didahului dengan monitoring lokasi kelompok gajah liar, dilakukan pembiusan terhadap target gajah betina dewasa yang diberi nama "Lestari".

Selain pemasangan GPS Collar, dilakukan tindakan medis lainnya meliputi koleksi sampel darah untuk keperluan pemeriksaan kesehatan secara umum, identifikasi individu dengan uji Deoxyribonucleic acid (DNA), pemeriksaan hormonal, penyuntikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder pada luka bekas tembak bius serta penyuntikan suplemen untuk penguat metabolisme, stamina satwa, dan mengurangi stress, serta morfometri untuk estimasi berat badan dan penilaian Body Condition Index Score, sebelum dilakukan tindakan menyadarkan kembali dari pengaruh obat bius dengan penyuntikan antidote. 

Kepala Balai Besar TNBBS, Ismanto, S.Hut., M.P., menyampaikan harapan “Penanggulangan interaksi negatif antara gajah-manusia tersebut perlu dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan peran aktif BKSDA Bengkulu, mitra, satgas tingkat pekon dan pemerintah daerah, serta diharapkan dapat didukung dengan tersedianya peralatan mitigasi yang optimal. 

Semoga dengan telah terpasangnya GPS Collar ini dapat sebagai sistem peringatan dini (early warning system) bagi Satgas Penanggulangan Konflik Satwa yang dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Lampung dan Bupati Lampung Barat dan Satgas tingkat Pekon dan pihak terkait lainnya dalam mencegah interaksi negatif antara manusia dan gajah sumatera sehingga dapat meminimalisir dampak kerugian yang terjadi. 

Hasil pemantauan pergerakan gajah liar oleh Balai Besar TNBBS melalui data yang terkirim dari GPS collar yang telah terpasang bahwa kelompok gajah Bunga-Lestari sejak 19 Juli 2024 hingga 25 Juli 2024 terpantau masih berada di kawasan Hutan Lindung Kotaagung Utara Reg. 39, tepatnya di sekitar PLTA Way Semaka yang dikelola oleh PT Tanggamus Electric Power (TEP), Pekon Sidomulyo, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus.

GPS collar sekaligus juga untuk pemantauan dan perlindungan kelompok gajah dan habitatnya melalui pemantauan jalur jelajah dan estimasi wilayah jelajahnya, karena gajah sebagai satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri LHK Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, dan berdasarkan The International Union for Conservation of Nature’s Red List of Threatened Species (IUCN), gajah sumatera bestatus kritis (critically endangered species). 

Related News