• 10 October 2024

Mengupas Potensi dan Permasalahan Padi Gogo di Bali

uploads/news/2024/08/mengupas-potensi-dan-permasalahan-21158d0aa9df160.jpg

Jagadtani - Swasembada Pangan dalam kondisi iklim yang tidak menentu menjadi tantangan tersendiri. Berbagai program diterapkan Kementerian Pertanian (Kementan), termasuk mendorong program percepatan peningkatan produksi padi melalui Penambahan Areal Tanam (PAT) padi gogo.

Untuk mengetahui potensi dan permasalahan budidaya padi gogo, BSIP Bali melakukan Focus Group Discussion (FGD) Komoditas Padi Gogo Mendukung PAT Padi yang dilaksanakan di Balai Banjar Bayung Gede, Desa Bayung Gede, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

Acara FGD dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan, Kabupaten Bangli, Kodim 1626 Bangli, Koordinator BPP Susut, PPL Wilbin Desa Bayung Gede,PPL Wilbin Desa Bonyoh, PPL Wilbin Desa Tiga, Kepala Desa Bayung Gede, Babinkabtimas Desa Bayung Gede serta petani.

Kepala BSIP Bali Dr. drh. I Made Rai Yasa, MP. dalam sambutannya saat membuka acara menyampaikan bahwa dengan melaksanakan FGD akan diketahui permasalahan budidaya padi gogo dari berbagai aspek mulai dari teknis, ekonomi, kelembagaan, dan lainnya. Lebih lanjut dijelaskan berdasarkan data BPS padi gogo di Propinsi Bali pada tahun 2015 terakhir tercatat sebanyak 131 Ha.

Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kabupaten Bangli Ir. I Wayan Sarma dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada BSIP Bali yang telah melaksanakan kegiatan di Bangli. “Kabupaten Bangli setiap tahunnya masih kekurangan beras karena luas sawah di Kabupaten Bangli sangat sempit yaitu 5,24% dari total luas lahan”, ungkapnya pada Senin (05/08).

Dari acara FGD tersebut maka diperoleh rumusan bahwa, 1) komoditas padi gogo dibudidayakan oleh masyarakat secara turun - temurun, dengan menggunakan benih lokal, dan hasilnya untuk persembahan upacara yadnya dan sebagian dikonsumsi sendiri, 2) luas tanam dari tahun ke tahun mengalami penurunan karena produksinya yang rendah (1 – 1,4 ton/ha) dengan umur panen 6 -7 bulan lebih lama jika dibandingkan dengan padi sawah. Ditambah lagi adanya pengembangan komoditas hotikultura (sayuran dan buah) yang secara ekonomi lebih menguntungkan, 3) kondisi cuaca dan iklim yang tidak bisa diprediksi yang menyebabkan banyaknya serangan hama dan penyakit. Untuk mempertahankan budidaya padi gogo diwilayah ini didukung oleh kelembagaan yang kuat dari desa adat, subak abian, dan Dinas terkait.

Pada akhir acara, ditutup dengan mendengarkan harapan petani agar budidaya padi gogo dapat tetap dilestarikan dan dikembangkan sangat diperlukan dukungan berupa alat dan mesin pertanian serta pembiayaan dalam proses budidaya padi gogo.

Related News