• 17 September 2024

Sikap Diam Petani Pada Masa Kepemimpinan Jokowi

"Pengesahan RUU Pilkada sudah resmi dibatalkan pemerintah. 23 dan 24 Agustus 2024 seluruh warga negara Indonesia telah mendengar pernyataan Presiden Joko Widodo di berbagai media bahwa RUU Pilkada dibatalkan dan Pilkada akan dijalankan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu.'

 

Jagadtani - Dibatalkannya RUU Pilkada oleh pemerintah karena adanya aspirasi besar dari masyarakat yang disuarakan melalui demonstrasi di Gedung DPR RI Kamis (22/8/2024) dan juga di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan para akademisi di berbagai kampus juga sudah mengeluarkan petisi terkait RUU Pilkada tersebut. 

Artinya RUU tersebut dibatalkan karena rakyat bersuara. Oleh sebab itu penting agar masyarakat melek politik, penting agar masyarakat berpartisipasi dalam kebijakan-kebijakan politik yang diambil oleh pemerintah. Idealnya memang kebijakan itu menyuarakan kepentingan rakyat, akan tetapi ada juga kebijakan-kebijakan yang disusun bukan untuk kepentingan rakyat. 

Pentingnya partisipasi publik untuk menyuarakan aspirasinya atau jika memang tidak dapat disuarakan secara langsung dapat disuarakan melalui media yang ada untuk menyatakan aspirasinya. Pilihan terakhir adalah berjuang menyuarakan suara rakyat dalam bentuk turun ke jalan atau demonstrasi.

Berkaitan dengan beberapa hal kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat seperti yang di ungkapkan Dr. Azwar, M.Si (Peneliti Pada Pusat Kajian Bela Negara) UPN Veteran Jakarta yaitu “kebijakan import hasil pertanian dengan alibi untuk mencukupi kebutuhan nasional, maka petani juga harus menyuarakan pendapat dan aspirasi mereka”. 

Dr. Azwar, M.Si (Peneliti Pada Pusat Kajian Bela Negara) UPN Veteran Jakarta"Dr. Azwar, M.Si (Peneliti Pada Pusat Kajian Bela Negara) UPN Veteran Jakarta"

“Petani selama ini memilih banyak diam dan menerima kebijakan-kebijakan yang tidak menguntungkan bagi petani. Contohnya ketika musim panen akan tiba, tiba-tiba juga pemerintah mengambil kebijakan import, hal ini tentu membuat harga hasil pertanian petani lokal jadi turun. Hal ini sangat jelas memperlihatkan bahwa Pemerintah tidak berpihak pada rakyat, oleh sebab itu kebijakan-kebijkan yang tidak berpihak pada masyarakat ini harus dilawan dengan cara-cara yang sah menurut Undang-Undang”, ujarnya kepada penulis, pada Minggu (25/08).

Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, salah satu pokok dari materi Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani meliputi perencanaan, Perlindungan Petani, Pemberdayaan Petani, pembiayaan dan pendanaan, pengawasan, dan peran serta masyarakat, yang diselenggarakan berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, kebersamaan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi-berkeadilan, dan berkelanjutan.

Bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan Petani, antara lain pengaturan impor Komoditas Pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi di dalam negeri; penyediaan sarana produksi Pertanian yang tepat waktu, tepat mutu, dan harga terjangkau bagi Petani, serta subsidi sarana produksi; penetapan tarif bea masuk Komoditas Pertanian, serta penetapan tempat pemasukan Komoditas Pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean.

Undang-Undang No.19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani"Undang-Undang No.19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani"

Selama lima tahun terakhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo, terdapat beberapa alasan mengapa petani di Indonesia cenderung lebih memilih bersikap diam dan menerima kebijakan pemerintah meskipun mungkin ada kebijakan yang tidak menguntungkan bagi mereka. Berikut adalah beberapa alasan tersebut, disertai dengan data dan sumber yang akurat:

1. Bantuan Sosial dan Subsidi

Bantuan Langsung Tunai (BLT), Pemerintah memberikan BLT yang membantu petani dan kelompok rentan lainnya. Menurut data Kementerian Sosial, BLT yang diterima selama pandemi COVID-19 mencapai total Rp 39,1 triliun pada tahun 2020 (Sumber: Kementerian Sosial, 2020).

Subsidi Pupuk pada tahun 2021, pemerintah menganggarkan subsidi pupuk sebesar Rp 27,5 triliun (Sumber: Kementerian Pertanian, 2021). Subsidi ini mengurangi beban biaya produksi bagi petani.

2. Kredit dan Pembiayaan 

Kredit Usaha Rakyat (KUR), Selama periode 2020-2022, pemerintah menyalurkan KUR dengan total anggaran mencapai Rp 295 triliun untuk mendukung berbagai sektor, termasuk pertanian (Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, 2022).

3. Pembangunan Infrastruktur

Proyek Infrastruktur Pertanian, Pemerintah Jokowi telah berinvestasi besar dalam infrastruktur pertanian, termasuk proyek irigasi dan jalan desa. Pada tahun 2022, anggaran untuk pembangunan infrastruktur pertanian mencapai Rp 10 triliun (Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2022).

4. Program Sertifikasi Tanah

Sertifikasi Tanah, Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) bertujuan untuk meningkatkan kepemilikan hak atas tanah bagi petani. Pada tahun 2022, pemerintah menargetkan penerbitan sertifikat tanah sebanyak 8 juta sertifikat (Sumber: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 2022).

5. Stabilisasi Harga dan Dukungan Harga

Harga Pembelian Pemerintah (HPP), Pemerintah menetapkan HPP untuk beberapa komoditas pertanian. Misalnya, HPP gabah kering panen ditetapkan di angka Rp 4.200 per kilogram pada tahun 2023 untuk menjaga kesejahteraan petani (Sumber: Kementerian Pertanian, 2023).

Dengan mempertimbangkan data dan kebijakan yang ada, dapat dipahami bahwa meskipun ada dukungan pemerintah, ketergantungan pada bantuan dan ketidakpastian ekonomi bisa membuat petani cenderung diam dalam menghadapi kebijakan yang tidak selalu menguntungkan.

Related News