• 23 November 2024

Bertahan Hidup dengan Kebun Apung

uploads/news/2019/10/bertahan-hidup-dengan-kebun-739005c3d15fadc.jpg

Kebun apung menjadi alternatif bagi wilayah yang sering terendam banjir.

BANGLADESH - Setiap tahunnya, tempat tinggal Haripodo, salah seorang petani di Bangladesh harus mengalami kebanjiran parah. Bagaimana tidak, Bangladesh merupakan salah satu negara di Asia yang letak daratannya berada 10 meter di bawah permukaan laut. Di tambah, dua per tiga dari total penduduk Bangladesh bekerja sebagai petani. Parahnya, Bangladesh sering diterjang iklim yang semakin ekstrem, yaitu tiga perempat bagian negara mereka sering terendam banjir tahunan.

Apa lagi, saat ada banjir monsoon tahunan tiba, para petani akan menjadi pengangguran dan salah satu pilihan mereka yaitu mencari pekerjaan di tempat yang jauh, itu pun kalau mereka mendapatkan pekerjaan. Tak ingin hal tersebut terus berulang, Haripodo pun teringat ajaran neneka moyangnya mengenai cara pembuatan kebun terapung.

Seperti dikutip dari BBC, kebun terapung sangat membantu warga Bangladesh untuk bertahan hidup saat banjir tahunan datang. Apa lagi, para penduduk harus hidup selama sembilan bulan di atas permukaan air dan karena itu mereka harus beradaptasi.

“Saat musim hujan, kami sangat kesulitan. Kami belajar untuk beradaptasi. Jika tidak begitu, saat hujan datang kami semua akan jadi pengangguran,” kata Haripodo seperti dilansir BBC belum lama ini.

Hal itu tentu saja sangat merugikan beberapa masyarakat Bangladesh yang sebelumnya bekerja sebagai petani. Selain sulitnya mencari pekerjaan lain, mereka juga dihadapkan sulitnya hidup jauh dari tempat tinggal mereka. Untuk menyesuaikan dengan keadaan, mereka terus upaya untuk dapat bertahan hidup walaupun tempat tinggal mereka terendam banjir.

Masyarakat akhirnya menemukan ide cemerlang yang dapat membantu mereka bertani walaupun dalam keadaan terendam. Mereka pun membangun alas dari eceng gondok, bambu, kotoran sapi, tanah, dan kompos lainnya yang dapat bergerak sesuai dengan aliran air dan mengapung cukup lama untuk bercocok tanam.

Mereka menanam tanaman di atas alas tersebut. Saat banjir tiba, alas pun akan terangkat dan mereka tetap dapat bertani seperti biasa. Selain itu, bahan-bahan yang digunakan juga berguna sebagai pupuk yang membuat tanaman mereka mendapatkan nutrisi yang cukup.

“Beruntung, nenek moyang kami mengajarkan cara membuat kebung apung,” tutur Haripodo.

Setelah panen, biasanya menurut Haripodo, akan ada tengkulak dari Barisal atau Khuluna yang datang untuk mengambil hasil panen mereka yang kemudian dijual ke pasar. Para tengkulak itu biasanya datang dengan menggunakan kapal nelayan kecil. Haripodo menganggap hal tersebut menguntungkan mereka ketimbang harus menjual sendiri ke pasar.

“Sekarang, ini menjadi kunci penting dalam kehidupan kami. Banyak pemborong seperti dari Khuluna yang datang membeli dari kami. Kami dapat banyak untung,” tutup Haripodo.

Related News