• 22 October 2024

Sistem Agroforestri Salak Dapat Pengakuan FAO Sebagai Warisan Pertanian Penting Global

Jagadtani - Buah salak atau dalam bahasa inggris dikenal snake fruits karena kulitnya seperti sisik ular, dengan nama latin alacca zalacca masuk dalam jenis palma yang buahnya dapat dikonsumsi. Cita rasa buah salak, khususnya salak Bali memiliki karakter yang khas dengan daging buah tebal, manis sedikit asam dan masir. 

Tanaman salak Bali merupakan tanaman endemik yang diperkirakan berasal dari Desa Sibetan sebuah desa di Kecamatan Bebandem, Karangasem. Daerah dengan ketinggian sekitar 500 - 600 meter di atas permukaan laut, merupakan daerah lahan kering beriklim basah dengan jenis tanah yang dominan laterit.

Sistem pertanian dalam membudidayakan Salak Bali mengadopsi sistem agroforestry yang membuat penyebaran tanaman ini telah berkembang ke seluruh daerah di Pulau Bali. Namun Salak Bali Karangasem tetapi dianggap yang memiliki cita rasa paling diunggulkan dengan tetap menjaga sistem agroforestry atau memadukan sistem tanam dengan tanaman komoditas pertanian lainnya.

Dengan sistem agroforestri dalam membudidayakan salak Bali di Karangasem, membuat sistem ini telah resmi ditetapkan sebagai Sistem Warisan Pertanian Penting Global (GIAHS). Selain salak Bali, dalam pertemuan Kelompok Penasihat Ilmiah GIAHS pada tanggal 19 September, juga menetapkan sistem budidaya kolam ikan mas yang unik di Austria dan Sistem Agroforestri Kakao di Sao Tome dan Principe masuk dalam Sistem Warisan Pertanian Penting Global (GIAHS).

Sistem Agroforestry dalam budidaya Salak Bali Karangasem FAO"Sistem Agroforestry dalam budidaya Salak Bali Karangasem FAO"
 
Informasi ini dilansir dari laman Food and Agriculture Organization of the united nations (FAO), karena berdasarkan program unggulan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) yang terdiri dari lokasi yang dipilih memiliki signifikansi global, yang menunjukkan ketahanan pangan dan mata pencaharian, keanekaragaman hayati pertanian, sistem dan praktik pengetahuan berkelanjutan, nilai-nilai sosial dan warisan budaya, serta bentang alam yang luar biasa.

Dengan banyaknya keunggulan pada lokasi budidaya Salak Bali menunjukkan praktik yang sangat baik untuk meningkatkan ketahanan sistem agrifood terhadap perubahan iklim dan untuk keanekaragaman hayati dan ekosistem yang berkelanjutan.

Cita Rasa Salak Bali dengan sistem Agrofirestry sebagai warisan pertanian dunia"Cita Rasa Salak Bali dengan sistem Agrofirestry sebagai warisan pertanian dunia"
 
Dengan masuknya tiga sistem pertanian dalam budidaya Salak Bali dalam daftar sistem warisan pertanian global, tentunya jaringan warisan pertanian FAO di seluruh dunia kini terdiri dari 89 sistem di 28 negara dari seluruh dunia.  

Sistem Agroforestri Salak di Karangasem, Bali

Agroforestry atau Wanatani merupakan langkah dalam pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan maupun pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas tertentu atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman Salak Bali.  

Khusus pada sistem agroforestri di Karangasem merupakan daerah terkering di Pulau Bali yang sesuai dalam budidaya buah salak oleh masyarakat Adat Bali. Tentunya dalam menyuplai air dalam budidaya Salak Bali, sistem pengelolaan air tradisional Subak merupakan bagian terpenting. 

Pemuka Agama Hindu Sedang memimpin Doa pada sistem Agroforestry"Pemuka Agama Hindu Sedang memimpin Doa pada sistem Agroforestry"
 
Hal ini meningkatkan agrobiodiversitas, mempertahankan topografi yang ada, membantu menghindari erosi, menghemat air, menyerap karbon, dan mendukung ketahanan pangan, sekaligus melestarikan warisan budaya dan menopang mata pencaharian penduduk setempat.

Setiap bagian dari pohon salak dimanfaatkan, sehingga menjadikannya tanaman tanpa limbah. Praktik ini meningkatkan keberlanjutan dan efisiensi sumber daya. Sementara itu, sistem ini memadukan budidaya salak dengan berbagai tanaman lain, termasuk mangga, pisang, dan tanaman obat, sehingga menciptakan lanskap pertanian yang kaya dan beragam hayati.

Berakar pada filosofi tradisional Bali seperti “Tri Hita Karana” dan “Tri Mandala,” sistem ini mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan spiritualitas yang telah terdaftar sebagai lanskap budaya UNESCO.

 

Related News