KKP Jamin Kualitas Komoditas Perikanan Aman Dikonsumsi
Jagadtani - Dalam memperingati Hari Pangan Sedunia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan meningkatkan literasi tentang jaminan pangan produk kelautan dan perikanan yang aman dikonsumsi. Literasi tersebut untuk memberikan wawasan kepada masyarakat dalam menangkal hoax atau fake news, sehingga konsumen yang cerdas akan mempelajari atas produk yang akan menjadi asupan makanannya.
"Karena konsumsi pangan erat kaitannya dengan kebutuhan gizi, tentu kita perlu menjadi konsumen cerdas agar mendapat manfaat maksimal dari apa yang kita konsumsi," tutur Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo melalui keterangan tertulisanya.
Sejumlah bentuk pembinaan dan edukasi kepada masyarakat yang telah dilakukan diantaranya kegiatan bimbingan teknis tentang mutu, serta penyajian beragam informasi tentang mutu dalam beberapa media yang dimiliki KKP. Oleh karena itu, Budi berharap masyarakat tak ragu mengecek segala informasi yang terdapat pada produk perikanan. Mulai dari logo sertifikat standar yang sudah diterapkan, hingga informasi terkait nilai gizi yang terkandung dalam produk yang ingin dikonsumsi.
Budi menambahkan, pemerintah juga berperan aktif agar pangan yang dikonsumsi masyarakat memenuhi standar keamanan, tak terkecuali komoditas perikanan. Dia menyontohkan adanya standar ambang batas merkuri pada ikan. Bahkan pada tahun 2015, Indonesia telah berperan dalam penentuan batas maksimum merkuri pada ikan melalui keikutsertaan di sidang Codex Alimentarius ke-9 yang berlangsung di New Delhi terkait standar CXS 193-1995 General Standard For Contaminants And Toxins In Food And Feed.
"Kala itu, instansi yang terlibat saat itu adalah BSN, KKP, BPOM dan laboratorium swasta yang ada di Indonesia," tuturnya.
Adapun hasilnya, ditetapkan batas maksimum kandungan merkuri dalam ikan sebesar 1,0 mg/kg oleh Codex Alimentarius. Budi meungkapkan Indonesia berperan dalam memberikan data dukung hasil penelitian tentang kandungan merkuri pada berbagai ikan di perairan Indonesia. Penelitian tersebut dilakukan pada ikan yang berasal dari Aceh, Jakarta, Cilacap dan Bitung.
"Hasil penelitian menjelaskan bahwa ikan yang berasal dari perairan Indonesia berada di bawah batas maksimum yang ditetapkan Codex, yaitu berkisar 0,12 - 0,66 mg/kg," terang Budi.
Tak hanya di kancah internasional, di dalam negeri terdapat Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) nomor 9 Tahun 2022 tentang Persyaratan Cemaran Logam Berat dalam Pangan Olahan. Budi menyebut batas maksimum merkuri dalam pangan olahan ikan sebesar 0,5 mg/kg. Kemudian batas maksimum merkuri pada pangan olahan ikan yang berasal dari ikan predator seperti cucut, tuna, marlin dan lainnya adalah 1,0 mg/kg.
Selain BPOM, terdapat Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengatur batas maksimum merkuri pada ikan atau olahan ikan. Sebagai contoh persyaratan batas maksimum merkuri pada ikan beku yang tertuang dalam SNI 4110:2020 sebesar 0,5 mg/kg (selain predator) dan 1,0 mg/kg (khusus ikan predator). Contoh lainnya, seperti pada SNI 8222:2022 Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng, batas maksimum merkuri sebesar 0,5 mg/kg dan pada SNI 8223:2022 Tuna dalam kemasan kaleng yang merupakan produk berbahan baku ikan predator, mensyaratkan batas maksimum sebesar 1,0 mg/kg.
Budi menegaskan bahwa negara sangat concern terhadap keamanan pangan dan negara hadir dengan menetapkan standar dan regulasi agar pangan memenuhi ketentuan yang ditetapkan. Jadi, ambang batas tersebut merupakan bagian dari standar keamanan pangan.
"Kalau kata orang tua ada tabur tuai, apa yang kita tabur juga akan kita rasakan di masa mendatang. Jadi mari kita jadi konsumen cerdas dan bergerak menuju Indonesia emas 2045," tegasnya.
Selain itu, jaminan mutu ikan juga sangat ditentukan oleh kualitas ekosistem sumberdaya ikan tersebut. Karenanya, Budi mengajak masyarakat untuk bersama menjaga lingkungan dan habitat ikan agar tetap berkualitas sebagai suatu ekosistem yang sehat tempat berkembangbiaknya ikan yang bermutu.
Sebagai informasi, Hari Pangan Sedunia lahir sebagai respons atas semakin rawannya krisis pangan di dunia. Sejak diselenggarakan Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun 1974, Food and Agriculture Organization (FAO) terus mengingatkan kerentanan tersebut hingga pada Konferensi ke-20 bulan Nopember 1979 di Roma mencetuskan Resolusi Nomor 179 yang disepakati semua negara anggota FAO termasuk Indonesia, yang menetapkan untuk memperingati World Food Day (Hari Pangan Sedunia). Peringatan HPS dimulai tahun 1981 dan dilaksanakan setiap tanggal 16 Oktober, sesuai dengan hari didirikannya FAO yaitu pada tanggal 16 Oktober 1945 di Quebec City, Canada.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan pentingnya menjadikan ikan sebagai lauk pauk utama bagi anak-anak. Menurutnya, ikan mengandung protein yang lengkap serta Omega 3, yang sangat baik untuk meningkatkan kecerdasan anak dan mencegah stunting.