Aksi Damai DMFI Tanggapi Penolakan RUU Pelarangan Perdagangan Daging Anjing Dan Kucing
Jagadtani - Aktivis DMFI melakukan aksi damai di depan DPR untuk mengkritik anggota Baleg yang menolak RUU pelarangan perdagangan daging anjing dan Kucing, pada Kamis (21/11).
Diketahui, DMFI adalah organisasi perlindungan hewan nasional dan internasional yang terdiri dari JAAN Domestic Indonesia, Animal Friends Jogja, hingga Humane Society International.
Aktivis DMFI dan para pecinta hewan datang ke lokasi dengan membawa spanduk berisi soal Indonesia yang dianggap darurat perdagangan anjing dan kucing.
Selain itu, massa dalam demonstrasinya membawa poster soal perdagangan daging anjing dan kucing adalah ilegal serta Presiden ketujuh RI Prabowo Subianto sedang menggendong hewan peliharaan.
Koordinator JAAN Domestic Indonesia Karin Franken menyebut aksi yang dilakukan pihaknya sebagai reaksi terhadap pernyataan anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo yang tak masuk akal.
Sebab, kata dia, Firman menyepelekan urusan perdagangan daging kucing dan anjing dengan dasar melindungi pedagang serta pemakan kedua hewan tersebut.
"Kami baca di media bahwa dari Baleg, salah satu anggota bilang enggak usah, dihapus saja, enggak penting. Terus dibilang bahwa mereka harus melindungi pemakan dan pedagang, yang mana, kan, enggak masuk akal," kata Karin ditemui di depan Gedung DPR, Kamis.
DMFI sebelumnya memang mengusulkan DPR bisa membahas, merancang, dan mengesahkan dua Rancangan Undang-Undang, yakni Pelarangan Kekerasan Terhadap Hewan Domestik serta Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing.
Mereka mengusulkan hal itu dalam rapat kerja bersama Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11).
Menurut Karin, jumlah pemakan anjing di Indonesia hanya 4,5 persen dari jumlah penduduk, sehingga alasan Firman jelas tak masuk akal untuk menolak disahkannya aturan melarang konsumsi hewan tersebut.
"Sekarang begini, 4,5 persen dari masyarakat, mungkin ada yang makan daging anjing atau kucing, ya, tetapi sisanya tidak," ujar Karin.
Toh, kata Karin, DMFI juga menyerap aspirasi publik terhadap pelarangan pedagangan daging anjing dan kucing. Hasilnya, mayoritas responden setuju ada ketentuan tersebut.
"Kami juga pernah bikin polling dengan netizen, dan itu mengatakan hal yang sama, 95 persen dari masyarakat Indonesia, mereka ingin ada larangan perdagangan dan konsumsi daging anjing dan kucing. Kenapa belain hanya 4,5 persen begitu, lo," kata legislator Fraksi Golkar itu.
Manajer Hukum dan Advokasi DMFI Adrian Hane menduga pernyataan Firman yang menolak aturan pelarangan pedagangan daging anjing dan kucing membuat RUU yang mereka usulkan tak masuk Prolegnas di DPR.
"Iya, kami menyesalkan, ya, itu pendapat datang dari anggota dewan yang terhormat dan kami tahu beliau itu wakil rakyat, seharusnya menyerap aspirasi dari kami," kata Adrian ditemui di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu.
Adrian beranggapan alasan Firman untuk menolak dibahasnya RUU Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing tak ilmiah.
DMFI, katanya, sudah mengedepankan ilmiah ketika membawa draf usulan agar RUU tersebut ke DPR. Misalnya, mengkaji dari sisi sosiologis, hukum, dan kesehatan.
"Ada kajian sosiologisnya. Ada juga pendapat dari para ekspertis. Dari para ahli. Ada dokter hewannya. Ada orang hukumnya. Ada ahli sosiologi. Semuanya itu kami sampaikan di situ. Jadi itu udah lengkap. Ada policy brief yang kami berikan kenapa ini harus urgent, tetapi ternyata, ya, diremehkan," kata Adrian.
Dia menduga alasan Firman agar RUU Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing tak dibahas di DPR berkaitan dengan kepentingan pribadi.
"Apa yang beliau sampaikan itu memperhatikan kepentingan pribadi, bukan masyarakat luas," katanya.