BRIN Sinergikan Pengendalian Penyakit Hewan Akuatik
Jagadtani - Penyakit pada hewan akuatik menjadi ancaman bagi keberlanjutan sektor perikanan Indonesia dan ketahanan pangan nasional. Untuk menghadapi tantangan ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersinergi dengan berbagai pihak guna mencari solusi inovatif terkait pengendalian penyakit dan kesehatan ikan.
“Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 13 tahun 2021 tentang tanggap darurat dan pengendalian penyakit ikan menjadi landasan dalam melaksanakan tanggap darurat dan perencanaan penanggulangan penyakit ikan,” jelas Siti Fatimah, Pengelola Kesehatan Ikan dari Direktorat Ikan Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), saat memberikan masukan dalam diskusi terpumpun yang bertajuk “Akuatik Animal Health Builds the Future of Sustainable Availability of Nutrient-Rich, and High-Value Aquatic Food”, di Kantor BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo Jakarta, Senin (09/12).
Kegiatan diskusi yang diinisiasi oleh Pusat Riset Veteriner, Organisasi Riset Kesehatan BRIN tersebut membahas berbagai tantangan dan solusi dibahas demi menjaga ekosistem laut dan sumber daya pangan dunia. Pada kesempatan tersebut, Siti memaparkan berbagai upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan yang tengah gencar mendorong konsep ekonomi biru untuk menjaga kelestarian laut dan sumber daya ikan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengurangi aktivitas perikanan yang merusak lingkungan.
“Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki kebijakan ekonomi biru untuk kelautan dan perikanan berkelanjutan, dengan mengurangi aktivitas perikanan yang tidak ramah untuk pelestarian sumber daya laut,” ucap Siti.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut mencakup perluasan kawasan konservasi laut, penangkapan ikan secara terukur berbasis kuota, pengembangan perikanan budidaya ikan di laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan, pengawasan wilayah pesisir dan pulau kecil, serta pengendalian sampah plastik di laut.
Dalam pengembangan budidaya perikanan, KKP memprioritaskan komoditas unggulan seperti udang, rumput laut, nila, kepiting, dan lobster. Upaya ini dilakukan melalui model budidaya berbasis kawasan, revitalisasi budidaya, dan pembangunan kampung perikanan berbasis kearifan lokal untuk pengentasan kemiskinan sekaligus melestarikan spesies ikan lokal.
Namun, Siti menyoroti tantangan besar dalam perikanan budidaya. Untuk ikan laut, kendala utama adalah kebutuhan protein yang tinggi, praktik budidaya yang kurang ramah lingkungan, dan ancaman kepunahan spesies endemik. Sementara itu, di sektor perikanan tawar, tantangan meliputi keterbatasan lahan, tingginya harga bahan baku pakan impor, dan target peningkatan nilai ekspor.
Menurut Siti, di dalam pengembangan budidaya memiliki beberapa tantangan khusus terkait ikan laut, yaitu kebutuhan protein yang tinggi, praktek perikanan budi daya yang tidak ramah lingkungan, dan beberapa spesies ikan endemik terancam punah. Adapun tantangan di perikanan tawar, yaitu peningkatan nilai ekspor ikan/udang, rendahnya lahan budi daya yang sesuai persyaratan, dan sumber bahan baku pakan dari impor sehingga harga mahal.
Sementara itu, Dedi Chandra, Pengendali Ekosistem Hutan, Kementerian Kehutanan menekankan pentingnya ketahanan pangan akuatik di tengah ancaman perubahan iklim. Ia menyoroti standar kesehatan ikan dari World Organisation for Animal Health (WOAH) yang mencakup pencegahan penyakit, deteksi dini, pelaporan, hingga pengendalian untuk memastikan keamanan perdagangan internasional produk perikanan.
Menurut Dedi, tujuan dari adanya standar akuatik adalah peningkatan keamanan dan kesehatan hewan akuatik di seluruh dunia. Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa standar ini untuk memastikan keamanan perdagangan internasional untuk hewan akuatik dan produk hewan akuatik, sambil menghindari hambatan sanitasi yang tidak dapat dibenarkan.
Dedi juga menambahkan, keanekaragaman hayati untuk keberlanjutan kehidupan manusia. Ada tiga komponen prinsip konservasi, yaitu ekosistem, jenis, dan genetik. Ia menegaskan, keanekaragaman di dalam makhluk hidup dari semua sumber seperti daratan, lautan, dan ekosistem perairan lain, serta kompleks-kompleks ekologi merupakan bagian dari keanekaragamannya tersebut.