Ekspor Lada di Tengah Pandemi
“Pemenuhan ekspor tersebut sebagai bukti bahwa komoditas perkebunan tetap memiliki prospek yang tinggi untuk kebutuhan dunia, terutama negara Cina yang merupakan negara tujuan ekspor utama ekspor komoditas perkebunan Indonesia.”
JAKARTA - Wabah virus corona atau Covid 19 yang melanda hampir seluruh belahan dunia, ternyata tak menyurutkan semangat petani dari Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Kelompok petani dari Desa Nuha, justru berhasil mengekspor lada putih premium ke Cina, Rabu (18/3) lalu.
Sebanyak 10 kontainer lada putih putih senilai Rp13 miliar diberangkatkan dari Pelabuhan Makassar menuju Shanghai, Cina. Menurut Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, ekspor tersebut menunjukkan sektor perkebunan memiliki peluang bertahan di tengah pandemi Covid 19.
Baca juga: Kementan Dorong Ekspor Manggis Purwakarta
"Pemenuhan ekspor tersebut sebagai bukti bahwa komoditas perkebunan tetap memiliki prospek yang tinggi untuk kebutuhan dunia, terutama negara Cina yang merupakan negara tujuan ekspor utama ekspor komoditas perkebunan Indonesia," kata Kasdi dalam siaran pers Kementan, belum lama ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Ditjen Perkebunan, hingga 2019, Cina menempati urutan kedua tujuan ekspor lada Indonesia setelah Vietnam. Volume-nya mencapai 6.689 ton dengan nilai sekitar USD 21,06 juta. Sebagian besar lada Indonesia yang diekspor ke Cina berupa lada putih utuh.
Kasdi mengatakan, ekspor lada dari Luwu Timur merupakan bagian dari upaya percepatan produksi komoditas sektor perkebunan. Melalui program peningkatan produksi, nilai tambah dan daya saing (Grasida), diharapkan pada 2024 ekspor komoditas perkebunan bisa meningkat tiga kali lipat sesuai target Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) yang telah dicanangkan Kementan.
"Ditjen Perkebunan terus mendorong pelaku usaha dan menggerakkan sumber daya agar dapat memenuhi target Gratieks tersebut," paparnya.
Diakuinya, untuk peningkatan ekspor komoditas perkebunan dari petani, masih ditemui sejumlah kendala. Fluktuasi harga di pasar internasional, persoalan pembiayaan dan permodalan, serta kualitas produk dan nilai tambah jadi tantangan yang harus diselesaikan segera.
Baca juga: Maggot Kota Bogor Tembus Inggris
Untuk itu, lanjutnya, Kementan menyediakan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk bantuan permodalan dan pembiayaan. Selain itu, pihaknya juga terus mendorong optimalisasi penanganan pasca panen dan pengolahan dengan penerapan prinsip Good Handling Process (GHP) dan Good Manufacturing Process (GMP) untuk meningkatkan mutu, juga penerapan standardisasi produk.
"Untuk fluktuasi harga bisa kita dorong, dengan cara menekan biaya produksi, dan peningkatan mutu produk yang bernilai tambah seperti lada bubuk,” pungkasnya.