Rumah Produksi demi Petani
Temuan fakta mencengangkan mendorong kelompok petani mendirikan rumah produksi green tea premium.
Suko Hadi, sekretaris Kelompok Usaha Bersama (KUB) Kulon Progo selaku pembina kelompok budidaya teh di Samigaluh dan Girimulyo menemukan fakta mencengangkan. Sebanyak 80% masyarakat di kelompoknya berada di bawah garis kemiskinan. Karena faktor tersebut, mendorong petani teh untuk mendirikan rumah produksi atau mini pabrik untuk green tea premium. Rumah produksi didirikan di lahan kebun milik Suko Hadi dan difokuskan pada kegiatan perekonomian masyarakat di akar rumput.
“Khusus premium, milik kelompok masyarakat di lapisan bawah,” ujar Hadi.
Dengan bantuan dana dari pemerintah, pembangunan rumah produksi tersebut sudah berdiri sejak 2018. Rumah produksi sengaja didirikan di lokasi perkebunan teh agar membantu proses produksi green tea medium yang kilat setelah dipetik.
Selain itu, menurut Hadi, melalui rumah produksi mereka ingin membina dan mendidik masyarakat untuk mendirikan kegiatan perekonomian secara mandiri. Melalui mini pabrik, hasil panen direncanakan tidak akan dijual basah, melainkan kering. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya jual di pasaran.
“Hasil dari daya beli tinggi, berarti kan meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat,” kata Hadi terkait rencana ke depan.
Rencana tersebut salah satunya dipengaruhi oleh perusahan pembeli teh basah yang menurut Hadi cenderung berorientasi pada keuntungan dan tidak mempertimbangkan kelestarian kelompok petani. Hal ini memicu mereka untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui rumah produksi.
Selain untuk rumah produksi green tea premium, mini pabrik tersebut akan dikonsepkan sebagai wisata edukasi teh menoreh dan dijadikan sebagai pusat kajian riset tentang teh. Hadi mengatakan konsep ini lahir dari cara pandang masyarakat yang cenderung memandang petani sebagai orang yang bau, miskin, dan lecek.
Para petani teh ingin membalikkan cara pandang tersebut dengan menyediakan ruang bagi akademisi menimba ilmu di rumah produksi. Para petani akan dijadikan sumber ilmu dan intelektual di bidang pertanian. Hadi mengatakan selama ini kajian riset selalu berpusat di kota-kota besar. Padahal menurutnya sumber ilmu kebanyakan berasal dari masyarakat. Modal dasar kajian di kalangan akademisi sebetulnya juga berasal dari petani, petani yang menciptakan dan dikemas oleh akademisi.
“(Cara pandang) ini akan kita balik nanti,” tutur Hadi. (FDT)