Tingkatkan Nilai Tambah Singkong
Lewat rumah produksi, petani singkong dapat meningkatkan nilai tambah singkong.
GUNUNGKIDUL - Warti, Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Ngudi Sari Dusun Kemiri, Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul tampak semangat menceritakan rumah produksinya. Warti mengatakan jika rumah produksinya itu memiliki tujuan yang mulia, yaitu meningkatkan nilai tambah dan nilai jual dari singkong.
“Yang jelas kita pengen meningkatkan nilai plus dari singkong,” ujar Warti.
Dusun Kemiri termasuk salah satu dusun di Gunungkidul yang hasil panen singkong setiap tahunnya bisa mencapai sekitar 10 sampai 40 ton. Menurut Warti, keberadaan rumah produksi sangat membantu petani. Petani tidak perlu menjual singkong ke tempat lain, mereka bisa menjual ke rumah produksi dengan harga yang lebih tinggi.
Sebelum ada rumah produksi, singkong biasanya dijual ke pedagang dengan harga Rp500 hingga Rp600 per kilogram. Berbeda dengan rumah produksi yang membeli dengan harga Rp1.200 per kilogram di musim panen, dan Rp1.500 di luar musim panen. Pengelola rumah produksi terdiri dari anggota KWT yang kesehariannya juga menjadi petani singkong.
Semenjak ada rumah produksi, masyarakat Kemiri tidak hanya menjadi petani singkong, tapi bisa meningkatkan nilai singkong dengan mengolahnya menjadi tepung mocaf dan berbagai camilan yang berbahan dasar singkong. Rodiyah, salah seorang anggota KWT juga mengatakan bahwa singkong kini lebih dihargai dibandingkan sebelumnya.
“Sangat banyak perubahan ya, dulu singkong kurang dihargai. Sekarang udah lebih banyak peningkatan, dari harga jual naik,” kata Rodiyah.
Menurut Rodiyah semenjak ada rumah produksi, petani juga lebih memperhatikan kualitas singkongnya dan tidak kesulitan menjual singkong. Jauh sebelum ada rumah produksi, tepatnya pada 2011, KWT hanya membuat tepung mocaf di teras rumah dan menjemurnya di genteng. Baru pada 2014 Dinas Pertanian Gunungkidul memberi alat-alat produksi mocaf kepada KWT Ngudi Sari. Setelah aktif membuat tepung mocaf, pada 2015, Bank Indonesia (BI) memberi bantuan rumah produksi.
“Rumah produksi dengan harapan di kelompok kami bisa mengembangkan mocaf,” ucap Warti.
Selain mendapat rumah produksi, KWT Ngudi Sari juga mendapat pelatihan, studi banding, serta lahan untuk menanam singkong di luar musim dari BI. Setiap tahun, rumah produksi membeli hasil panen singkong dari petani. Tahun ini KWT Ngudi Sari memproduksi 10 ton singkong. Jumlah ini menurun dari tahun biasanya yang bisa mencapai 40 ton.
Dalam sebulan, rumah produksi bisa menghasilkan sekitar 1 ton tepung mocaf untuk dijual ke berbagai konsumen. Mereka biasanya menjual tepung mocaf dan olahan lain ke Pamela 9, Putri 21, Sinori, dan Malaysia. Warti mengatakan mereka juga memiliki distributor dari Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah. Menurut penuturan Warti, hasil penjualan KWT tidaklah menentu.
“Kalau pas orang hajatan, omzetnya seminggu bisa sampai 6 (sampai) 7 juta,” kata Warti.
Keuntungan hasil penjualan akan dibagi ke setiap pengelola rumah produksi. Rumah produksi diakui KWT bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, kedepannya jika memiliki modal, KWT Ngudi Sari ingin membuka toko oleh-oleh berbahan dasar singkong. Warti juga berharap Dusun Kemiri bisa menjadi sentra olahan singkong.
“Itu sudah menjadi program di kelompok kami,” tutur Warti. (FDT)