• 6 April 2025

Teknologi Presisi Identifikasi Penyakit Buah Naga

uploads/news/2025/03/teknologi-presisi-identifikasi-penyakit-3278443a96cbc8a.jpg

Jagadtani - Sebelum tahun 2012, agribisnis buah naga berkembang pesat dan masif dalam kurun waktu singkat. Tanaman ini juga memunculkan sentra produksi baru di berbagai wilayah Nusantara, seperti Kepulauan Riau, Sumatra Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, hingga berkembang ke Sulawesi dan Papua.

“Hal itu dikarenakan harganya yang sangat tinggi dan petani sangat merasakan keuntungannya,” ungkap Riska, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Hortikultura BRIN dalam acara HortiActive#14, pada Rabu (19/03).

Menurut Riska dari beberapa laporan disebutkan bahwa petani buah naga bisa mendapatkan keuntungan mencapai 10 juta per bulan pada awal 2012. Jenis yang banyak dikembangkan adalah jenis dari buah naga merah atau Hylocereus polyrhizus.

Namun, setelah tahun 2012, produksi buah naga mengalami penurunan drastis. Laporan wabah pertama muncul di Kabupaten Kepulauan Riau dan kemudian menyebar ke berbagai daerah, mulai dari Aceh hingga Papua.

Di wilayah barat Indonesia, seperti Kabupaten Padang Pariaman dan Pasaman (Sumatera Barat) serta Kabupaten Bintan dan Batam (Kepulauan Riau), produksi buah naga anjlok hingga 95,56%. Puncak wabah terjadi pada tahun 2016, dan kerusakan parah masih berlanjut hingga dilaporkan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada tahun 2022.

Menurut Riska, di daerah Sumatera Barat memang masih ada pembukaan kebun-kebun baru, namun hanya berselang 2-3 tahun kemudian hancur diserang oleh penyakit stem canker ini. Sama halnya dengan di Indonesia, kebun komersial di Vietnam, Malaysia, Israel, Taiwan, dan Thailand juga rusak parah oleh penyakit ini.

Besarnya kerusakan akibat penyakit ini, serta kemungkinan adanya serangan bersamaan oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) atau penggunaan bahan kimia dan fungisida yang tidak tepat, mendorong perlunya teknologi presisi untuk mendiagnosis patogen penyebab penyakit pada buah naga.

Riska juga menjelaskan bahwa diagnosis patogen penyebab penyakit harus melalui beberapa tahapan, yaitu pertama karakterisasi gejala penyakit secara visual di lapangan. Pada tahap ini, ditentukan tahapan gejala yang sedang terjadi, apakah serangan awal, atau lanjut sekaligus juga melihat tingkat keparahan.

Setelah itu, dilakukan prediksi jenis atau penyebab kerusakan, bisa disebabkan oleh faktor abiotik, seperti serangan jamur, bakteri, atau virus. Dari karakterisasi gejala tersebut, kemudian dideskripsikan secara rinci gejala yang ditimbulkan agar mendapatkan gambaran komprehensif tentang gejala penyakit itu secara benar dan akurat.

”Kemudian kita melakukan Postulate Koch. Postulate Koch itu prinsipnya adalah menginokulasikan kembali mikroba yang kita dapatkan dari tanaman bergejala ke host dan ketika dapat menimbulkan penyakit atau gejala, maka itu berarti kemungkinan besar patogen atau mikroba yang kita isolasi benar-benar salah satu yang bisa menyebabkan penyakit atau yang menjadi jenis atau spesies yang menyebabkan penyakit,” jelasnya.

Untuk tahapan postulate koch ini, adalah isolasi patogen penyebab dari tanaman bergejala, pemurnian isolat, kultur tunggal dari patogen. Riska menekankan bahwa membuat kultur tunggal itu adalah satu tahapan yang sangat penting pada tahapan diagnosis patogen. Sebab dari kultur tunggal nanti kita akan bisa menetapkan secara akurat dan presisi spesies atau patogen yang benar-benar menjadi penyebab dari gejala serangan penyakit.

Setelah itu, dilakukan inokulasi pada tanaman, baik langsung ke tanamannya atau melakukan model atau artifisial yang kita buat, seperti misalnya kita menggunakan model potongan cabang atau buah. Setelah muncul gejala penyakit maka dilakukan re-isolasi patogen hasil postulat koch. Menginokulasikan itu akan timbul gejala.

Tahapan diagnosis selanjutnya adalah karakterisasi makroskopis dan mikroskopis dari mikroba atau patogen yang kita dapatkan. Karakterisasi mikroskopis adalah metode standar yang biasa dilakukan, tetapi membutuhkan keahlian untuk melakukan identifikasi. Dari kegiatan karakterisasi makroskopis dan mikroskopis tersebut dapat mendeskripsikan bentuk morfologi dan juga ukuran pathogen.

Kemudian salah satu tahapan diagnosis penyakit yang saat ini masih dianggap presisi atau cepat adalah dengan melakukan analisis secara Nucleid acid level atau lebih dikenal dengan analisis molekuler. Prinsip analisis dilakukan dengan hibridisasi DNA dan replikasi DNA dari mikroba atau patogen dengan teknik polymerase chain reaction atau lebih dikenal dengan PCR. Perlu diketahui bahwa tahapan ini biasanya dilakukan untuk sampel yang besar.

Terakhir, Riska menyampaikan bahwa hasil penelitian dan diagnosis presisi di lapangan, yang mencakup analisis morfologi, molekuler, dan patologi (Postulat Koch), mengungkapkan bahwa stem canker pada buah naga di Sumatra Barat disebabkan oleh lebih dari satu spesies cendawan. Patogen yang teridentifikasi mencakup Neoscytalidium dimidiatum serta spesies lain dari genus Neoscytalidium sp.

“Untuk patogen penyebab stem canker, karakterisasi secara visual gejala penyakit dan observasi mikroskopis tidak cukup untuk mengidentifikasi jenis patogen, karena bisa jadi penyebabnya adalah spesies yang berbeda. Teknik dengan analisis molekuler itu sangat bermanfaat, yaitu dapat melakukan identifikasi lebih spesifik, dan dapat mengetahui asal dan kekerabatan dari spesies patogen” pungkasnya

Related News