• 24 November 2024

HANA, Alpukat Inovasi Anak Bangsa

uploads/news/2019/10/hana-alpukat-inovasi-anak-955707c8a49f411.jpg

Pernah terbayang memakan alpukat langsung setelah kulitnya dikupas seperti pisang?

 

KLATEN - Puluhan tahun silam, Hari, mantan peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat prihatin dengan kondisi buah alpukat yang berkembang di Indonesia. Ia kemudian berinisiatif untuk mengubah alpukat menjadi buah yang bisa dikupas seperti pisang dan bisa dimakan langsung tanpa campuran apapun, serta menghilangkan ulat dalam buah.

“Akhirnya saya bermimpi kalau itu (ciri alpukat biasa) dibalik gimana,” katanya.

Keprihatinan Hari itu akhirnya menghasilkan alpukat HANA 1 yang merupakan hasil perkawinan beberapa serbuk sari dari jenis alpukat unggulan yang dikumpulkan Hari. HANA 1 merupakan varietas alpukat yang memiliki ciri khas berbentuk lonjong, dagingnya berwarna kuning dan pulen, serta memiliki rasa yang agak manis. Ukuran HANA 1 rata-rata sekitar 1,8 kilogram per buah. Pengembangan HANA berlanjut ke HANA 2 dengan menggabungkan beberapa jenis alpukat unggulan.

“Kita mencoba lagi, pada waktu itu ada beberapa alpukat terkenal, akhirnya kita introduksi,” kata Hari.

Mereka mencoba jenis lain yang lebih baik daripada HANA 1. HANA 2 memiliki ciri khas bulat, kuning, memiliki kulit yang mengkilap dan kekuning-kuningan. Ukuran HANA 2 yang ditanam pada kisaran ketinggian 700 hingga 1200 meter di atas permukaan laut bisa mencapai 2,5 kilogram per buah. Sedangkan yang ditanam di bawah ketinggian tersebut memiliki berat buah sekitar 1,5 kilogram.

Menurut Hari, HANA 2 lebih banyak dikenal daripada HANA yang lain karena pada waktu dikembangkan ada alpukat yang hampir sama dengan HANA 2. HANA 2 juga pernah direspon oleh negara lain karena dianggap memiliki kualitas yang baik. Tak berhenti di HANA 2, Hari terus mengembangkan hingga ke HANA 3 yang memiliki buah berbentuk oval. Alpukat ini merupakan HANA yang paling super lantaran pada ketinggian yang tepat, ukuran per buahnya bisa mencapai 3,5 kilogram.

Alpukat super merupakan gabungan dari beberapa alpukat yang sudah ada. Hari membuat tiga sambungan. Batang bawah menggunakan alpukat hawai, batang tengah menggunakan alpukat dari Florida, dan batang atas berasal dari hasil introduksi alpukat wina.

“Akhirnya terbentuklah alpukat yang mempunyai sifat ketiga alpukat ini,” ungkap Hari.

Semua jenis HANA yang ditemukan Hari memiliki ukuran buah yang besar, daging yang berwarna kuning, pulen, dan bisa dimakan langsung seperti buah pisang. Selain itu, semakin bertambah usia pohon, maka ukuran buah juga semakin besar. Rasa serta bentuk yang berbeda dari alpukat yang dikembangkan Hari dipengaruhi oleh hormon H2FI dan pupuk sargassum. Keduanya merupakan produk organik dan herbal yang dibuat langsung oleh Hari sebagai peneliti alpukat HANA. Hormon H2FI mengandung sitokininauksin, dan giberlin, serta ada campuran madu, telur, dan zat-zat herbal lainnya. Menurut penuturan Hari, H2FI bisa memperbaiki sifat, kualitas, dan kuantitas buah.

“Kalau tanaman buah itu bisa lebih manis, enggak gampang rontok, atau yang bertahun-tahun tidak berbuah bisa berbuah,” ujarnya.

Berbeda dengan H2FI, sargassum merupakan nutrisi bagi tanaman yang terbuat dari ganggang laut. Hormon H2FI dan sargassum digunakan Hari saat menanam alpukat HANA. Selain melakukan pengembangan, Hari juga menjual bibit alpukat HANA. Namun, diakuinya bibit yang dijual memiliki harga yang mahal.

Hal ini dikarenakan bibit yang dibuatnya melalui proses pembuatan yang menggunakan perlakuan yang berbeda, seperti memberi pupuk sargassum dan menggunakan media sekam bakar. Saat ini alpukat HANA dikembangkan di berbagai daerah seperti Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Sahabat tani juga bisa menemukan alpukat HANA saat mengunjungi Hanafisa Agro yang terletak di Jalan Klaten - Jatinom.

Pengembangan yang dilakukan Hari bukan tanpa alasan, ia bermimpi Indonesia bisa menjadi negara pengimpor alpukat terbesar di dunia. Menurutnya Indonesia memiliki potensi buah alpukat yang bagus, hanya saja sumber daya manusianya tidak banyak tahu tentang alpukat. (FDT)

Related News