Menurunnya Produksi Timun Suri
“Tanaman timun suri membutuhkan banyak air agar buahnya besar berkualitas dan harum. Jika kurang air, daun akan layu dan terancam mati”
JAKARTA – Mengkonsumsi buah kini sudah menjadi keharusan di saat pandemi corona atau Covid-19.
Buah-buahan lokal yang biasanya kalah bersaing dengan buah impor, kini merajai pasar.
Semenjak adanya penutupan impor buah dari Cina, buah lokal pun menjadi diminati.
Baca juga: Jenis Pisang Lezat untuk Kolak
Selain jumlah yang semakin menipis, harga dari buah impor juga melonjak.
Hal ini memberikan dampak positif bagi para pedagang buah lokal yang mana buahnya pun laris manis diburu masyarakat.
Sementara itu, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo optimis jika komoditas pertanian di Indonesia yang dapat tetap stabil selama pandemi ini.
Terlebih, dengan adanya imbauan dari pakar kesehatan mengkonsumsi buah-buahan untuk menambah kekebalan tubuh agar tidak mudah terserang virus.
Hal itu menjadi salah satu penyebab buah-buahan lokal banyak peminat di pasar.
Seperti yang dikatakan Musdalifah (53), pedagang buah di pasar Banyumanik ini menjelaskan, semenjak mewabahnya pandemi Covid-19, sedikit demi sedikit pembeli buah lokal pun meningkat.
“Belakangan memang buah-buahan seperti jambu merah, pisang, alpulkat, dan buah naga banyak dicari konsumen. Katanya sih bisa meningkatkan kekebalan tubuh, jadi mungkin karena ada virus corona ini banyak warga ingin hidup sehat dan salah satunya dengan membeli buah” jelas penjual buah tersebut, seperti mengutip dari Times Indonesia belum lama ini.
Lain halnya dengan buah berwarna hijau kekuningan yang berbentuk lonjong, timun suri.
Buah ini biasanya menjadi buah favorit di Bulan Ramadhan karena dapat dijadikan bahan olahan es buah saat berbuka puasa.
Namun, bulan puasa tahun ini penjualan buah timun suri cenderung menurun.
Risma Sembiring, pedagang buah di Jalan Setia Budi, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, mengaku sudah tujuh tahun menjual timun suri yang dijualnya selama Bulan Ramadhan saja.
Ia menjual buah ini lebih sedikit antara 30-40 buah per harinya dengan harga Rp10.000 per buah, dibandingkan tahun sebelumnya yang bisa mencapai 60-80 buah per harinya.
Walau jumlah pembeli yang semakin menurun, ia mengaku beberapa pembeli justru membeli buah dalam jumlah banyak untuk dikonsumsi selama beberapa hari.
“Orang yang belanja buah sedikit, tapi yang dibeli banyak. Timun suri misalnya, pembelinya sedikit tapi yang dibeli bisa mencapai 4-6 buah per orang,” ungkap Risma, seperti melansir dari BBC News Indonesia belum lama ini.
Cuaca menjadi salah satu penyebab penurunan produksi timun suri.
Beberapa petani mengeluhkan musim tanam timun suri di tahun ini yang kurang dibanding tahun lalu.
Hal itu disebabkan oleh cuaca yang sangat panas.
“Tanaman timun suri membutuhkan banyak air agar buahnya besar berkualitas dan harum. Jika kurang air, daun akan layu dan terancam mati” jelas Ishan (59), petani timun suri asal Langkat, Sumatera Utara.
Baca juga: Blewah, Si Manis Kaya Nutrisi
Para petani mengakui, bulan puasa ini disaat adanya peningkatan, tetapi belum tentu mengangkat konsumsi warga.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi sepanjang April 2020 sebesar 0.8%, faktor perlambatan disebabkan oleh melemahnya permintaan barang dan jasa.
Para petani pun berharap wabah ini segera berakhir, untuk dapat memulihkan kembali pendapatan mereka.