Peremajaan Sawit Rakyat, Legalitas Lahan Syarat Mutlak
Jagad Tani - Penyelesaian persoalan legalitas lahan merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Budi Mulyanto selaku Kepala Pusat Studi Sawit Institut Pertanian Bogor mendorong pemerintah segera melakukan penataan batas kawasan hutan secara lengkap dan rinci.
Baca Juga : Jaga Kebutuhan Pangan Melalui Kios Pangan Murah
Dilanjutkan bahwa, masalah inti berada pada lemahnya proses penyusunan peta kawasan hutan dan tidak berjalan sesuai peraturan perundang-undangan terutama UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hak atas tanah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selama puluhan tahun melakukan penataan batas kawasan hutan dengan sistem prioritasisasi karena keterbatasan anggaran dan metode ini bisa berkonsekuensi fatal.
"Penataan batas dilakukan hanya pada batas luar kawasan terlebih dahulu, sementara permukiman, fasum, fasos, dan kebun masyarakat di dalamnya tidak pernah ditata secara detail. Hasilnya peta kawasan hutan tidak final, tidak lengkap, dan tidak dapat dijadikan dasar hukum," kata Budi.
Melalui implementasi Perpres Nomor 5 Tahun 2025, Satgas PHK menetapkan sejumlah kebun sawit rakyat masuk kawasan hutan. Kondisi itu menyebabkan kebun-kebun masyarakat diperlakukan sebagai kebun yang berada di atas tanah negara dan diberi tanda melalui pemasangan plang penertiban.
Padahal Undang-Undang Kehutanan secara jelas menyebutkan bahwa hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Sehingga tanah yang telah dikuasai atau dimiliki masyarakat, baik melalui izin lokasi, kesesuaian tata ruang, maupun hak guna usaha (HGU), tidak dapat secara sepihak diperlakukan sebagai kawasan hutan.

