• 23 November 2024

Refleksikan Diri Menjadi Petani

uploads/news/2019/10/refleksikan-diri-menjadi-petani-12224e94ca7b1b1.jpg

Andreas Parno (27), lebih memilih menjadi petani karena merupakan refleksi dari diri sendiri.

YOGYAKARTA - Bermula dari mengikuti kursus pertanian di Cianjur pada 2011, Andreas Parno mulai mencintai dunia pertanian. Ditambah orang tuanya merupakan petani di Magelang. Beberapa komunitas yang ia ikuti juga menambah kegemarannya dalam hal bercocok tanam. Pria 27 tahun ini juga pernah mengenyam pendidikan SMK dengan jurusan peternakan. Saat ini, ia sedang menempuh pendidikan di Akademi Pertanian Yogyakarta (APTA). Selain menjadi mahasiswa, Andreas juga sudah bekerja sebagai pendamping pertanian di kebun sekolah, Sekolahku-MySchool (SERUMA).

Setelah mengikuti kursus, Andreas kembali ke Magelang dan membuka kebun sayuran di rumahnya. Karena tidak ada teman untuk bertukar ilmu, Andreas memutuskan untuk berkunjung ke Yogyakarta dan bertemu dengan beberapa teman lama dari tempat kursus. Kemudian, mereka mengurus kebun bersama. Dari sinilah, Andreas belajar pembibitan hingga pemasaran paska panen. Setelah itu, Andreas mendapatkan tawaran untuk bekerja di Tangerang untuk merawat kebun dan kolam selama satu tahun.

“Tak lama, ada teman menawarkan untuk kerja di Sulawesi di sebuah resort bagian kebun selama dua tahun. Setelah itu, Saya pulang ke Yogyakarta,”cerita Andreas.

Di Jogja, ia kembali mengurus kebun dan memilih untuk tinggal di Turi. Sembari mengisi waktu luang, akhirnya Andreas memilih untuk melanjutkan pendidikan di jurusan pertanian. Andreas mengaku dirinya mencintai pertanian karena merupakan refleksi dari diri sendiri.

“Kalau di dunia pertanian kan bergelut dengan alam. Dunia alam itu seperti kita. Kalau tidak dirawat, tidak diperhatikan, tidak dipedulikan ya hasilnya tidak maksimal. Tanaman kan menjadi cermin dari diri kita,” ujar Andreas.

Bercocok tanam juga menjadi pelajaran proses kehidupan bagi diri Andreas. Segala sesuatu yang dilakukan dengan senang dan nyaman pasti hasilnya juga bagus. Dari banyaknya tanaman, Andreas memilih sayuran untuk dibudidayakan.

“Sayuran memiliki jangka waktu yang lebih pendek dan prosesnya penanamannya lebih mudah,”ujarnya.

Dalam bercocok tanam Andreas menggunakan sistem organik. Saat ia menerapkan sistem organik di kampungnya, Andreas sempat dicemooh karena terlihat berbeda. Andreas pun membuktikan dari hasil panen yang lebih baik. Karena sistem organik dapat mengembalikan habitat tanah kembali seperti aslinya.

Saat ini petani masih dipandang sebagai pekerjaan yang sebelah mata. Sehingga, Andreas mengatakan bahwa petani masih kurang regenerasi. Untuk menyiasati regenerasi petani, harusnya pendidikan di bidang pertanian lebih menekankan pada kegiatan praktik. Sehingga para calon petani lebih mengerti kendala dan kesulitan di lapangan. (MK)

Related News