• 22 November 2024

Menjaga Warna Rumput Laut Kering

uploads/news/2020/07/menjaga-warna-rumput-laut-1698561babd18dd.jpg

Prinsip teknologi ini adalah pra perlakuan dengan perendaman dalam larutan garam.

JAKARTA - Peneliti sekaligus dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Prof Dr Linawati Hardjito melakukan riset tepat guna yang berusaha mempertahankan warna merah pada rumput laut merah kering.

Riset berjudul “Teknologi Pasca Panen Rumput Laut Merah untuk Mendukung Industri Ingredient Aktif Farmaseutika: Peningkatan Skala Produksi dan Analisa Teknoekonomi” tersebut berhasil masuk ke dalam Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020. 

Ide melakukan riset berawal dari adanya permintaan buyer dari luar negeri (industri nutraseutik/suplemen) untuk rumput laut kering yang bersih dan  berwarna warni (ungu, hijau, merah). Warna ini yang menunjukkan bahwa kandungan bahan aktif dalam rumput laut masih melimpah walaupun dalam kondisi kering,” ujarnya dalam keterangan tertulis IPB University.

Menurutnya, riset ini juga merupakan lanjutan dari riset sebelumnya, dimana teknologi ini telah diuji coba di tingkat laboratorium pada 2019.

Tahap selanjutnya merupakan kontruksi dan perakitan alat pengering dehumidifier di Bogor (knock down) dan uji coba kinerja alat.

Setelah perakitan dan uji coba selesai, kemudian alat dibongkar lalu dikirim ke Pamekasan, Jawa Timur.

Setelah Pamekasan, uji tahap berikutnya yaitu di Nusa Tenggara Timur tepatnya di Rottendao dan Alor.

Selanjutnya, rumput laut yang dihasilkan akan dilakukan uji laboratorium untuk konfirmasi kandungan bahan aktif dan memenuhi persyarat buyer.

Menurut Ketua Peneliti Bioteknologi Kelautan IPB University ini, riset ini merupakan riset yang menghasilkan teknologi tepat guna pasca panen untuk mempertahankan kandungan aktif rumput laut.

Yakni, anti-oksidan yang biasanya berkaitan dengan warna rumput laut.

Teknologi ini bisa diterapkan di tingkat petani di lokasi yang terbatas ketersediaan energi listrik. 

Prinsip teknologi ini adalah pra perlakuan dengan perendaman dalam larutan garam. Selanjutnya dikeringkan dengan prinsip pengurangan kelembaban udara (dehumidifikasi) sehingga tidak merusak bahan bahan aktif yang ada dalam rumput laut yang dapat rusak oleh panas dan radiasi matahari,” terangnya. 

Setelah uji terap selesai, akan dilakukan kontrak jual beli rumput laut antara petani dan partner swasta.

Ia menyampaikan teknologi pascapanen ini relatif sederhana.

Tidak membutuhkan energi listrik, harga relatif murah, dan dapat diterapkan di lokasi sentra budidaya rumput laut yang biasanya berada di remote area atau daerah dengan sarana terbatas.

Rumput laut yang dihasilkan dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi dari rumput laut kering biasa, karena komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya tidak rusak.

Target penerapan teknologi ini yaitu masyarakat di sentra rumput laut khususnya daerah terdepan (perbatasan dengan negara lain), tertinggal dan akses yang terbatas terhadap teknologi dan pasar.

Penelitian ini merupakan penelitian terapan dengan menggandeng partner swasta, yang akan membeli rumput laut yang dihasilkan untuk diolah lanjut menjadi produk ingredient farmasi dan ekspor rumput laut, dengan kandungan bahan aktif tertentu.

Teknologi ini akan diujiterapkan di petani rumput laut Kepulauan Alor, daerah perbatasan dengan Timur Leste, Rottendao, perbatasan dengan Australia dan Pamekasan.

Dua kabupaten di NTT ini dipilih karena merupakan daerah terdepan dan terbatas akses teknologi. Kami berharap teknologi ini bisa direplikasi di tempat lain setelah uji terap di Madura dan NTT selesai. Penelitian ini akan berlangsung dua tahun (2020-2021). Setelah tahun 2021, pihak swasta akan melanjutkan kegiatan ini di tempat lain, sekaligus melanjutkan kolaborasi bisnis dengan petani rumput laut,” pungkasnya.

Related News