Klaras Cantik yang Mendunia
“Setelah itu, beliau bawa hasil tulang daun yang sudah di buat bareng-bareng saat di sini, di bawa pulang ke Jepang.”
JAKARTA - Di tangan Tutik Sri Susilowati, warga RT 10 RW 02, Kelurahan Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, sampah daun-daun kering ia sulap menjadi hiasan warna-warni yang sangat cantik.
Hasil kreativitasnya ini tidak hanya membuat terkesima penduduk sekitar, bahkan merambah hingga ke seluruh dunia.
Bahkan, perempuan yang akrab di panggil Umi Tutik ini menceritakan tentang terkejutnya profesor dari Jepang dengan hasil karya buatannya.
Baca juga: Menyulap Sampah menjadi Pupuk Organik
Ini karena, daun kering yang seharusnya rapuh bila direndam ke dalam kubangan air, ternyata tidak rapuh.
Penelitian bertahun-tahun yang diteliti oleh profesor tersebut mengenai daun kering, terjawab melalui karya buatan Umi Tutik.
Umi bercerita, hiasan daun yang ia buat berawal saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Kala itu, Umi bersama teman-teman satu kelasnya melakukan eksperimen unik yang merupakan tugas dari guru seni saat diminta membuat prakarya.
Ia merendam sampah daun kering ke dalam selokan air yang berisikan lumpur.
Setelah menunggu selama tiga hari, hasil daun rendamannya berubah tekstur menjadi sangat halus, dan daun tersebut tidak hancur dan rapuh.
Pendiri dari Klinik Bank Sampah (KSM) Budi luhur ini mengaku, ia sudah membuat karya-karya menarik dengan memanfaatkan sampah-sampah lingkungan, salah satunya dari sampah daun kering.
“Jadi sekitar tahun 2014 itu ada Profesor Kozo Obara dari Universitas Kagoshima, Jepang, bersama ketiga temannya itu datang bertamu ke Budi Luhur. Beliau membicarakan tentang tulang daun yang beliau bawa, cuma tulang daun itu beliau buat menggunakan campuran bahan kimia,” katanya kepada Jagadtani.id belum lama ini.
“Kalau Umi kan hanya campuran lumpur dan air, nah beliau tidak percaya dengan apa yang telah saya katakan. Dia tidak percaya, karena menurutnya daun kalau terkena air saja akan rapuh, bagaimana kalau terkena lumpur, akan lebih rapuh lagi,” tambahnya.
Dengan dibantu salah satu dosen Universitas Budi Luhur, Umi Tutik mengirimkan foto hasil pembuktiannya kepada Profesor Kozo Obara.
“Kemudian, Umi tunjukkan hasil yang telah Umi buat dalam jangka waktu pembuatan tiga hari. Beliau kaget banget ternyata,” tambahnya.
Tak disangka, dua hari kemudian Profesor Kozo Obara bersama keempat temannya datang ke rumah Umi Tutik untuk melihat secara langsung hasil pembuktiannya itu.
Dengan menggunakan lumpur dan air, Profesor Kozo Obara melihat secara langsung proses pembuatan tulang daun dan menunggu selama tiga hari.
Hasilnya, sangat membuat ia terkejut.
“Saya tuh dipeluk sangat erat sekali sama beliau, sampai kaget,” katanya dengan raut wajah yang gembira sambil mengingat memori enam tahun yang lalu itu.
“Setelah itu, beliau bawa hasil tulang daun yang sudah di buat bareng-bareng saat di sini, di bawa pulang ke Jepang. Lalu, di sana juga ada banyak kiriman tulang daun dari seluruh pelosok negeri, dari internasional ada beberapa yang membuat seperti ini. Kemudian di sana diteliti dan ternyata hasilnya tulang daun Umi ini terbaik di dunia dan aku tuh enggak menyangka,” ungkap Tutik.
Tulang daun yang ia sebut Klaras itu dilukis menggunakan cat akrilik, sehingga tampaklah beragam lukisan-lukisan cantik terpajang di dinding rumahnya.
Bahkan, ia mengaku pernah diberikan kesempatan mengadakan pameran secara gratis di Museum Nasional oleh Kementerian Pariwisata.
“Warna warni ini aku rebus lagi. Jadi setelah selesai jadi tulang daun yang sudah mengering, direbus dengan pewarna tekstil yang harganya paling hanya Rp1.000 saja, dan teksturnya semakin lembut,” jelasnya.
Baca juga: Keampuhan Botol Kuning Perangkap Hama
Kualitas dan kekuatan tulang daun tersebut, bahkan dapat mencapai lima hingga enam tahun lamanya.
“Ternyata, sesuatu yang terlihat jelek menurut orang-orang, pada akhirnya timbul keunikan tersendiri dari yang mereka bilang jelek itu. Sampah yang dipandang tidak berguna dan kotor, kenyataannya bisa dijadikan indah seperti ini. Hal sederhana seperti ini bahkan juga bisa menolong lingkungan,” tutupnya.