Demi Kedaulatan Pangan Indonesia
Dalam usaha mengembangkan pertanian di Indonesia, pemerintah selalu mencoba hadir untuk para petani Indonesia dengan berbagai program, salah satunya lewat program “Seribu Desa Pertanian Organik.”
JAKARTA – “Petani itu bisa dan mampu menuju kedaulatan pangan, jangan lupakan kalimat ini!” seru salah satu perwakilan petani perempuan, Ai Sulastri yang hadir dalam Seminar Nasonal “Reorientasi Kebijakan Pertanian Organik di Auditorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Ilmu Pengetahuan (LIPI), Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (15/10).
Dalam acara itu dibahas mengenai berbagai kebijakan pertanian yang merupakan bagian dari usaha dalam program pengembangan pertanian di Indonesia. Salah satunya, melalui pertanian organik yang disosialisasikan kepada masyarakat melalui program sesudah “Go Organik 2010” dan program “Seribu Desa Pertanian Organik Di Indonesia.”
Selain itu, pertanian organik di Indonesia saat ini merupakan salah satu indikator yang penting dalam sektor pangan Indonesia. Maka dari itu, Indonesia Organic Alliance (AOI) bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Ilmu Pengetahuan (LIPI) dan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, menggelar seminar dengan tema “Reorientasi Kebijakan Pertanian Organik” yang diadaptasi dari kajian makalah karya Stefanus Wangsit, Vanda Ningrum, dan kawan-kawan.
“Kita upayakan akan ada peningkatan kemampuan dan juga akan kita sosialisasikan pertanian organik. Jadi dua hal dari saya, yaitu sertifikasi dan pemasaran,” ucap Wakil Gubernur Lampung, Dr. Hj. Chusnunia Chalim, M.Si., M.Kn ketika memberi sambutan.
Banyak berbagai pihak menganggap jika kebijakan dalam pertanian organik menjadi penting untuk kembali digali yang saat ini dianggap terperangkap ke dalam arah dan orientasi pasar. Menurut aktivis Gerakan Petani Nusantara, Dr. Ir. Hermanu Widodo, menyampaikan bahwa petani itu manusia yang merdeka, bukan sebagai pegawai.
“Semakin sering diatur, maka akan semakin muncul jiwa pegawai. Reduksionis hanya menjadi sertifikasi dan hanya mengurangi semangat para petani. Nantinya, pertanian yang dihasilkan tidak hanya untuk dinikmati oleh orang lain melainkan menjadi kedaulatan pangan bagi petani Indonesia,” katanya,
Setelah itu, perwakilan dari Biro Perencanaan Kementerian Pertanian, Dr. Setiyadi juga memaparkan terkait arah kebijakan dan strategi Kementerian Pertanian 2020 - 2024. Salah satunya dengan menyediakan keberlanjutan sumber daya pertanian dan tersedianya sarana dan prasarana pertanian.
Menurut perwakilan, setelah reformasi, kebijakan mengenai pertanian organik telah diusahakan sedemikian rupa. Pada 2002, pemerintah sempat menerbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pangan Organik 6729-2002. Pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tepatnya di 2004, dicanangkan sebuah program nasional “Go Organik 2010” dengan visi mengintegrasikan sistem organik dan sistem pasar komoditas di level internasional dan ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2010.
Nah, pada era Presiden Republik Indonsia, Joko Widodo, perkembangan pertanian organik ditandai dengan lahirnya program “Seribu Desa Pertanian Organik.” Banyak yang menganggap, peralihan pemerintahan SBY ke pemerintahan Jokowi pada 2014, tidak hanya diwarnai dengan perubahan gaya kepemimpinan. Tetapi juga dipengaruhi karakter pemerintahan, yang turut mempengaruhi kebijakan pertanian organik.
“Sebenarnya sebagai petani saya merasa bahwa ini masih kurang ya, karena yang dibutuhkan dan dijawab itu masih belum nyata. Masih ada dalam bentuk wacana, masih ada yang berupa pemaparan-pemaparan sementara yang dibutuhkan bagi kami petani itu adalah kebutuhan nyata. Tapi, saya juga berterimakasih bahwa hari ini dapat banyak gambaran terutama yang menyangkut kebutuhan kami bagaimana tentang diklat (pendidikan kilat) tentang bagaimana lembaga sertifikasi. Mudah-mudahan ada jalan,” ungkap petani sayur asal Bogor, Dominic. (Rizkya Annisa Farhani)