Tikus, Penguasa Bumi selain Manusia
Tikus (Rodentia) merupakan ordo terbesar atau sekitar 40% dari kelas mamalia dengan jumlah spesies terbanyak.
JAKARTA - Secara umum, tikus merupakan hewan yang sangat menguasai permukaan bumi setelah manusia.
Tikus (Rodentia) merupakan ordo terbesar atau sekitar 40% dari kelas mamalia dengan jumlah spesies terbanyak.
Namun demikian, hanya sembilan spesies saja yang menjadi hama.
Baca juga: Pentingnya Kelembagaan bagi Industri Sagu
Dari sembilan spesies tersebut, hanya tikus riul (Rattus norvegicus), tikus rumah (Rattus rattus diardii), dan mencit rumah (Mus musculus) yang bersifat kosmopolit.
“Tiga tikus inilah yang sering kita jumpai di rumah dan sering mengganggu aktivitas kita di rumah,” papar ahli tikus dari Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Dr. Swastiko Priyambodo.
Sebagai langkah awal pengendalian tikus, dosen IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman itu menyarankan, untuk melakukan inspeksi tanda kehadiran tikus di rumah atau pemukiman.
Inspeksi tersebut, dapat dilakukan mulai dari feses atau kotoran, kerusakan yang ditimbulkan, sarang, suara tikus, jejak kaki, dan ekor tikus.
Selain itu, tanda atau noda olesan, jalan atau runway tikus, serta urin dan ekskresi bau, baik yang hidup maupun yang sudah mati.
Sementara itu, pengendalian tikus dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Dr. Swastiko membagi metode tersebut ke dalam lima kelompok atau metode pengendalian.
“Sebenarnya ada banyak cara pengendalian yang bisa kita lakukan, tetapi secara umum dapat dikelompokkan menjadi lima metode pengendalian, yaitu kultur teknis, sanitasi, fisik-mekanis, biologi dan kimiawi,” tambahnya.
Kultur teknis dan biologi, lanjutnya, itu lebih diterapkan untuk tikus di pertanian dan perkebunan.
Sementara di permukiman, masyarakat lebih mengandalkan teknik sanitasi, fisik-mekanis, dan kimiawi.
Ia juga menerangkan, teknik sanitasi di permukiman lebih mudah diterapkan dibandingkan di pertanian maupun perkebunan.
Hal ini karena, ruang lingkungan yang tercover di permukiman relatif lebih sempit dibandingkan di area pertanian maupun perkebunan.
Kegiatan sanitasi dapat dilakukan dengan membersihkan berbagai macam pemicu munculnya tikus, terutama sumber daya tikus.
Sumber daya tikus merupakan makanan dan sarang yang menjadi komponen utama, karena tikus akan menghuni suatu habitat dan di habitat tersebut tersedia makanan dan sarang.
“Kalau pengendalian mekanis, yang efektif kita terapkan adalah mencegah tikus supaya tidak masuk ke dalam bangunan. Dengan cara menutup rapat celah-celah yang ada di bangunan dengan bahan yang kuat yang tidak dapat digerogoti tikus terutama bahan logam,” jelas Swastiko.
Cara lainnya yaitu dengan mengusir tikus menggunakan gelombang elektromagnetik, suara ultrasonik, maupun menggunakan bahan tumbuhan atau rempah-rempah.
Metode pengusiran menggunakan suara ultrasonik dapat memanfaatkan suara jangkrik.
Sementara bahan rempah yang dapat digunakan untuk mengusir tikus, antara lain seperti bawang putih, merica, cabai rawit, dan bintaro.
“Kalau menggunakan suara, tikus akan berusaha mencari sumber suara dan berusaha supaya suara tersebut tidak berbunyi lagi, sementara kalau menggunakan bahan rempah, tingkat efektivitasnya belum sampai 100% dan baru bisa mengusir tikus untuk sementara waktu saja,” terangnya.
Adapun perangkap, lanjut Swastiko, ini cukup efektif digunakan untuk mengendalikan tikus, mulai dari perangkap hidup (life trap), maupun perangkap mati (dead trap).
Untuk teknik pemerangkapan, perangkap dapat dicuci menggunakan sabun, air panas maupun air cucian beras untuk menghilangkan bekas feromon, sehingga tidak dicurigai oleh tikus lain.
Perangkap perlu menggunakan umpan yang menarik bagi tikus seperti kelapa bakar, selai kacang, maupun makanan yang tinggi protein seperti daging.
Perangkap tersebut dapat diletakkan pada tempat yang bervariasi dan tidak hanya berfokus pada satu tempat saja.
Perangkap bisa diletakkan pada runway atau jalur tikus, maupun tempat yang menarik bagi tikus.
Baca juga: Bisnis Menggiurkan Budidaya Jangkrik
Adapun untuk pengendalian kimiawi, dapat dilakukan dengan menggunakan rodentisida, fumigan, atraktan, repelen, maupun kemosterilan.
Aplikasi rodentisida dapat dilakukan menggunakan umpan yang menarik bagi tikus, tetapi tidak menarik bagi hewan lain, sehingga penggunaan rodentisida lebih efektif.
Sementara metode atraktan, repelen, dan kemosterilan lebih efektif digunakan pada area pertanian dan perkebunan.