Inovasi Petani Disaat Sulit Regenerasi
Regenerasi sangat dibutuhkan di dunia pertanian. Tapi sayang, untuk mewujudkan hal itu tampaknya sulit.
YOGYAKARTA - Tahukah sahabat tani, kalau belakangan ini petani padi di Kabupaten Klaten, Yogyakarta masih dihadapkan dengan beragam persoalan, mulai dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyebabkan gagal panen, hingga keterbatasan tenaga tani yang semakin sulit dicari. Karena itu, petani didorong untuk berinovasi agar dapat mandiri dalam mengolah lahan pertanian demi melanjutkan kelangsungan hidup.
Apa lagi, dari waktu ke waktu tenaga tani semakin kurang lantaran sepi peminat. Generasi muda lebih memilih bekerja menjadi buruh pabrik atau merantau ke luar daerah dari pada terjun ke sawah. “Tenaga tani yang sudah langka adalah pekerja pembersih gulma pada tanaman padi. Sulit sekali mencarinya. Jika ada, itu pun harus antre menunggu jadwal,” kata Sekretaris II Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Klaten, Atok Susanto belum lama ini.
Karena kondisi itu, ia pun berusaha mencari solusi demi keberlangsungan petani dalam mengolah lahan pertanian terus berlanjut. Salah satunya mencoba berkreasi dan berinovasi membuat alat pembersih gulma. Dalam uji cobanya, Atok mengaku sudah beberapa kali mencoba membuat alat pembersih gulma dengan peralatan sederhana.
Pada modifikasi terakhir, hasil kreasinya cukup efektif digunakan untuk membersihkan gulma pada tanaman padi. Namun, untuk membuat alat pembersih gulma, Atok mengaku ia harus menghabiskan biaya sekitar Rp3 juta. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari mesin potong rumput, pipa aluminium, stang sepeda ontel, baja pengaman, mata pisau, dan roda.
Bahan-bahan tersebut kemudian dirangkai dan dimodifikasi sedemikian rupa. Dengan alat itu, proses menyiangi gulma pada tanaman padi jadi lebih mudah dan cepat. Perbandingannya, dengan menggunakan satu alat sama dengan empat orang tenaga manual.
“Petani bisa membuat alat ini sendiri. Sehingga tidak lagi mengandalkan tenaga tani manual yang saat ini sudah langka. Harapannya dengan alat ini bisa membantu tercapainya target produksi padi,” harapnya.
Saat disinggung mengenai kondisi tanaman padi, Atok mengungkapkan jika petani masih dihadapkan dengan munculnya penyakit yang mengakibatkan tanaman padi berpotensi gagal panen. Munculnya penyakit salah satunya dikarenakan kebiasaan petani yang cenderung kurang disiplin dalam membersihkan lahan sawah dari jerami setelah panen.
“Menumpuknya jerami di lahan sawah bisa mengakibatkan keasaman tanah meningkat. Struktur tanah yang panas berdampak pada tanaman padi menjadi memerah. Seharusnya, selesai panen, jerami dibersihkan. Sebab jika jerami dikembalikan ke lahan tanpa ada bakteri pengurai maka tanaman padi sulit bertahan hidup dan bisa gagal panen,” jelasnya.
Atok pun mengimbau jika petani harus lebih jeli. Hal itu sebagai antisipasi agar tanaman padi tetap sehat, petani juga harus melakukan penyemprotan dengan bakteri pengurai jerami pada lahan sawah sebelum proses tanam. Bakteri pengurai jerami ini juga mampu membenahi struktur tanah. Selain itu, juga bisa menggunakan kapur khusus tanaman yang berfungsi menetralisir keasaman tanah.