Pembuktian Diri Petani Urban Jakarta
“Teman-teman bilang enggak mungkin saya menanam dan menjual sayuran hasil organik di tengah kota.”
JAKARTA - Linda Setyawati, (29) warga Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, memilih untuk menyalurkan hobi memilih untuk fokus menanam pakcoy secara organik.
Ia pun berhasil memanen pakcoy-nya tersebut dan ia pasarkan seharga Rp5.000 untuk per 500 gram.
Baca juga: Sedapnya Wangi Aroma Jeruk Nipis
Usai berhasil mengembangkan pakcoy secara organik, ia juga mulai menanam sayuran lain seperti kangkung, bayam, tomat, caism, terong, hingga kenikir.
Keberhasilannya menanam pakcoy, dilirik oleh para tetangganya yang lebih sering membeli pakcoy yang masih baby, yang ia jual seharga Rp25.000 untuk ukuran 300 gram.
Linda mengatakan, pertanian miliknya ini sudah berjalan dua tahun.
Dalam dua tahun tersebut, bisa dibilang ia cukup berhasil, hingga mampu membuat kelompok tani dan bekerja sama dengan Suku Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (KPKP), Kota Jakarta Selatan.
Kerja sama tersebut dalam rangka untuk menyukseskan gagasan pertanian di dalam perkotaan.
Namun, keberhasilannya itu bukan tanpa sebab, ia harus belajar secara mandiri dengan membaca artikel, melihat video YouTube, hingga bergabung dengan berbagai komunitas perkebunan, serta mengikuti beberapa seminar tentang pertanian.
“Tadinya saya jualan pakcoy masih yang ragu. Teman-teman bilang enggak mungkin saya menanam dan menjual sayuran hasil organik di tengah kota. Lalu saya bilang ‘yuk ke rumah saya kalau enggak percaya’. Begitu saya buka Instagram, saya edukasi di Instagram, akhirnya teman-teman saya percaya. ‘Enggak di Jakarta juga, bisa kok bertani,” ujar Linda.
Bahan-bahan yang ia gunakan pun semuanya berbahan organik, seperti pupuk nabati, sekam, dan kotoran hewan.
“Terkadang saya menggunakan pupuk dari sampah kering, sampah organik, dan sisa makanan yang saya makan di dapur. Agar tidak menimbulkan bau, biasanya saya semprot dengan bioaktivator Em4, lalu setiap dua hari sekali saya aduk,” katanya.
Dirinya juga menjelaskan tentang hama yang ia sering jumpai, seperti hama kutu apid, kutu daun, belalang, dan siput tak bercangkang.
Namun, ia sudah biasa mengatasi dengan rutin menyemprotkan pestisida nabati yang menggunakan bahan dasar organik dari bawang putih dan tembakau.
Baca juga: Karir Tak Terduga Millenial Bogor
Seiring berjalannya waktu, pembuktian Linda pun mulai terlihat.
Ia berhasil menghasilkan 90 kilogram jenis sayuran daun dan meraup omset sekitar Rp2.000.000 per bulan.
Tak hanya itu, ia tadinya hanya untuk memenuhi ketahanan pangan keluarga, kini ia pun dapat memenuhi ketahanan pangan masyarakat sekitar.
“Saya biasanya menjual hasil panen ke ibu-ibu sekitar dan kantor Dinas Ketahanan Pangan,” tutupnya.