• 29 March 2024

Pelepasliaran Banteng Hasil Perkembangbiakan Eksitu

uploads/news/2020/09/pelepasliaran-banteng-hasil-perkembangbiakan-41632fad60a3ef2.jpeg

Saat ini hanya tersisa kurang dari 5.000 ekor banteng jawa di alam ini, namun populasi banteng liar di Baluran sendiri selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren peningkatan populasi yang menggembirakan.

JAKARTA - Momen bersejarah terjadi di bidang konservasi banteng jawa (Bos javanicus) Indonesia.

Untuk pertama kalinya banteng jawa hasil perkembangbiakan eksitu, dikembalikan ke habitat alaminya.

Tepatnya pada Kamis (3/9) lalu, dua ekor banteng jantan, yaitu Tekad yang lahir 9 Juli 2014 dan Patih yang lahir 23 Mei 2016, dikembalikan ke habitat alaminya di Taman Nasional Baluran, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur.

Baca juga: Pandemi, Hewan Kebun Binatang Dipuasakan

Kedua banteng tersebut merupakan banteng hasil perkembangbiakan secara eksitu di Suaka Satwa Banteng (SSB) Taman Nasional Baluran.

SSB Taman Nasional Baluran merupakan lokasi yang dibangun untuk mendukung program perkembanganbiakan banteng jawa.

Tujuannya agar mempercepat pemulihan populasi spesies banteng jawa yang terancam punah, serta untuk memperkaya keragaman genetik banteng yang ada di Taman Nasional Baluran.

Pelepasliaran banteng tersebut dilakukan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno.

"Saat ini hanya tersisa kurang dari 5.000 ekor banteng jawa di alam ini, namun populasi banteng liar di Baluran sendiri selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren peningkatan populasi yang menggembirakan. Dari estimasi 44-51 individu di 2015, meningkat menjadi 124-140 individu di 2019. Estimasi populasi tersebut didapatkan dari analisa data kamera trap yang dilakukan setiap tahun," jelas Wiratno dalam keterangan tertulis KLHK belum lama ini.

Wiratno menjelaskan, jika saat ini kantong populasi utama banteng jawa di Pulau Jawa hanya tersisa di Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Ujung Kulon.

Namun, keempat habitat alami tersebut sudah terisolasi oleh area pemukiman dan budidaya, yang tidak memungkinkan bagi banteng-banteng tersebut untuk saling terhubung yang dalam jangka panjang.

Sehingga, hal tersebut bisa mengakibatkan turunnya kualitas genetik dan berdampak pada berbagai hal, seperti penyakit genetik hingga potensi banteng menjadi kerdil.

Oleh karena itu dibangunlah SSB, Wiratno menyebut, jika SSB merupakan salah satu strategi untuk mengintervensi faktor alam yang sudah sulit terjadi.

SSB sendiri dijadikan sebagai "gene pool" yang berfungsi untuk menampung banteng dari berbagai kantong populasi.

Setelah itu dikembangbiakan, agar menghasilkan individu banteng dengan variasi genetik yang lebih beragam.

"Anakan dari Suaka Satwa Banteng inilah yang nantinya dilepasliarkan ke alam sebagai fresh blood untuk menjaga variasi genetik populasi di alam tetap terjaga," imbuhnya.

Mengingat banteng ini lahir di fasilitas eksitu, metode pelepasliaran yang dilakukan yaitu soft release.

Soft release yaitu, satwa telah melalui proses panjang untuk siap baik secara perilaku maupun kemampuan bertahan hidup sebelum dilepaskan ke habitat alaminya.

Sebelumnya, kedua banteng tersebut telah menjalani proses habituasi selama delapan bulan sebelum dilepasliarkan.

Setelah dilepasliarkan, kedua banteng jawa tersebut akan terus dipantau.

Mereka dipantau dengan menggunakan GPS Collar, yang merupakan bantuan dari Copehangen Zoo.

Pergerakan kedua banteng tersebut akan terus dipantau secara digital.

Selain itu, pemantauan juga dilakukan secara manual dengan mengikuti pergerakan banteng dan mencatat mencatat perilaku banteng selama tiga bulan.

Taman Nasional Baluran juga mengaku terus melakukan upaya pemulihan populasi banteng jawa di alam, salah satu upayanya dengan menurunkan ancaman kelestarian banteng.

Baca juga: Memantau Satwa lewat Live Instagram

Upaya tersebut seperti menindak pelaku perburuan liar dan juga penanganan terhadap spesies invasif Acacia nilotica seluas 6.000 hektare yang telah mengganggu habitat banteng jawa di Taman Nasional Baluran.  

"Dengan kemampuan reproduksi yang relatif cepat, di mana hampir setiap tahun banteng mampu bereproduksi, optimisme populasi banteng dapat pulih di Taman Nasional Baluran sangat tinggi.Di samping juga upaya untuk menyiapkan habitat ideal bagi banteng," pungkas Wiratno.

Related News