“Kata penelitian ini untuk membedakan dengan hutan yang lain kan ada hutan lindung, hutan taman nasional dan sebagainya. Nah, ini hutan penelitian mengindikasikan untuk penelitian,”
BOGOR - Bila Sahabat Tani berkunjung ke daerah Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, pasti tidak asing dengan hutan Center for International Forestry Research (CIFOR).
Namun, nama hutan yang memiliki luas 60 hektare tersebut rupanya bukan Hutan CIFOR, melainkan Hutan Penelitian Dramaga yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Huta, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca juga: Segudang Manfaat Tanaman Porang
Menurut Prof. Dr. Hendra Gunawan Foranda, hutan tersebut lebih dikenal masyarakat sebagai Hutan CIFOR lantaran nama tersebut mudah diingat oleh masyarakat.
“Kata penelitian ini untuk membedakan dengan hutan yang lain kan ada hutan lindung, hutan taman nasional dan sebagainya. Nah, ini hutan penelitian mengindikasikan untuk penelitian,” tuturnya pada tim Jagadtani.id, belum lama ini.
Hutan yang didirikan pada 1956 ini memiliki 130 pohon yang terdiri dari beragam jenis.
Dari jumlah tersebut, 88 jenis pohon berasal dari Indonesia, lalu 42 jenis lainnya berasal dari luar Indonesia.
Seperti namanya, Hutan Penelitian Dramaga, juga memiliki fungsi sebagai penelitian yang berguna untuk mengumpulkan berbagai jenis pepohonan Indonesia dan luar negeri.
“Hutan ini adalah untuk mengumpulkan berbagai jenis pohon-pohon hutan dari seluruh Indonesia dan juga dari luar negeri yang tujuannya adalah untuk diteliti,” terangnya.
Berbagai jenis pohon ditanam hutan tersebut seperti, pohon meranti (Shorea), keruing (Dipterocarpus), damar (Agathis) dan juga merawan (Hopea odorata).
Dari sejumlah jenis pohon tersebut, menurut Prof. Dr. Hendra, keempatnya merupakan ciri khas hutan ini.
“Kalau dikelompokkan menjadi dua saja ada kayu keras dan kayu lunak. Kalau yang kayu keras ini berdaun-daun lebar seperti keruing, meranti dan sebagainya, yang kayu lunak ini yang berdaun jarum seperti pinus, araucaria dan ada juga podocarpus,” jelasnya.
Sejumlah kegiatan penelitian juga sering dilakukan di hutan tersebut, seperti penelitian perlindungan hutan, uji inokulasi jenis gaharu, uji introduksi dan sumber plasma nutfah, serta masih banyak lagi.
Selain itu, Hutan Penelitian Dramaga juga memiliki Pusat Pengembangan Teknologi Penangkaran Hewan Rusa, yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dalam melestarikan memanfaatkan secara berkelanjutan.
“Seperti halnya hutan alam pada umumnya memiliki banyak fungsi dan manfaat. Yang pertama, ada Danau Situ Gede yang menampung air dari daerah tangkapannya dan Hutan Penelitian Dramaga ini merupakan tangkapan utama. Jadi, kelestarian airnya sangat tergantung kepada keberadaan hutan ini, kalau tidak ada hutan ini bisa saja musim kemarau menjadi kering,” ujarnya.
Baca juga: Mencegah Kebakaran Hutan dengan Serai?
Selain itu, masyarakat di sekitar Hutan Penelitian Dramaga, menurut Prof. Dr. Hendra, juga sering melakukan aktivitas di hutan, seperti kegiatan membuat film hingga foto pre-wedding dengan izin tertentu.
Karena itu, pemerintah pun berencana menjadikan hutan tersebut sebagai ekowisata, sekaligus eduwisata.
“Kita ingin orang ke sini itu pulang bawa ilmu. Ilmu tentang pelestarian alam. Sehingga ada kesadaran, bahwa hutan harus dilestarikan, satwa harus dilestarikan,” tutupnya.