• 20 April 2024

Sleman, Sentra Salak Pondoh Indonesia

Kalau dahulu beras per kilogram nya hanya Rp700 perak, jadi harga salak seperti itu bisa untuk membeli beras sampai 15 kilogram.

YOGYAKARTA - Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal sebagai salah satu sentra andalan salak pondoh.

Kondisi iklim yang strategis dan berdekatan dengan Gunung Merapi, membuat salak pondoh tumbuh subur, serta berproduksi dengan baik.

Jadi tak heran, di Kabupaten Sleman, tepatnya di Kecamatan Turi, mendapat julukan kampung salak.

Baca juga: Terbang Tinggi Si Salak Pondoh

Bila Sahabat Tani perhatikan, hampir di setiap rumah warga di sana memiliki kebun salak atau pohon salak.

Salah satu pemilik kebun salak pondoh yaitu, Agung, pemilik dari Omah Salak.

Omah Salak yang berlokasi di Jalan Perum Gadjah Mada Asri, Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY, merupakan perkebunan yang dipenuhi budidaya pohon salak pondoh.

Kalau Omah Salak itu usaha wisata edukasi dari 2002 bersama kelompok tani. Setelah erupsi pada 2010, awal 2011 mulai aktif kembali di pusat sini,” katanya saat ditemui oleh Jagadtani.id belum lama ini.

Agung menceritakan, pada awal 90an merupakan masa kejayaan bagi para petani salak di Kabupaten Sleman.

Bahkan, harga salak bisa mencapai Rp12.000 per kilogram atau setara dengan 10-15 kilogram harga beras pokok.

Kalau dahulu beras per kilogram nya hanya Rp700 perak, jadi harga salak seperti itu bisa untuk membeli beras sampai 15 kilogram. Kemudian mulai krisis pada awal 2000an. Harga salak masih tetap sama di kisaran Rp10.000-12.000, tapi harga kebutuhan pokok seperti beras naik, malah hampir seimbang. Dari situ kami berpikir, ‘bagaimana caranya untuk meningkatkan nilai ekonomi atau harga jual salak kami?” paparnya.

Dengan berpikir keras, Agung pun menyulap kebun salaknya menjadi tempat wisata edukasi salak pondoh.

Tak sampai di situ, ia juga mengajak tetangga di sekitarnya untuk membentuk kelompok tani.

Karena banyak yang datang bisa sampai lima bus, akhirnya saya membentuk kelompok tani.  Saya mengajak tetangga-tetangga di sekitar, kita buat tempat wisata untuk petik salak. Jadi, tak hanya sekadar tempat wisata, kami juga memasarkan produk salak yang kami buat,” tambahnya.

Lebih lanjut, Agung bercerita, kian hari semakin banyak wisatawan yang datang berkunjung dan membludaknya permintaan kunjungan.

Kita terbuka lebar menerima masyarakat yang ingin datang ke sini untuk lebih mengenal tentang bagaimana cara budidaya salak, cara menanam, cara perawatan, pencakokan, penyerbukan, bahkan sampai pengolahan. Jadi, tak hanya hasil panen buah saja, ada produk olahannya juga,” ujar pria 40 tahunan itu.

Walaupun kebunnya dijadikan sebagai tempat wisata, Agung mengaku, panen salak tetap berjalan hingga menghasilkan produk olahan salak buatan mereka sendiri.

 “Salak tetap dijual, jadi tempat wisata tersebut sekaligus wadah promosi kami. Lalu kami datangkan pembeli dari supermarket. Istilahnya, toko-toko modern kami undang dan menjelaskan, kami itu petani salak, kami sajikan keadaan kebun kami, sehingga mereka percaya dengan melihat langsung kualitas. Pada akhirnya bisa kontrak dan kerja sama dengan kami, bahkan masuk sampai ke pasar ekspor,” katanya.

Baca juga: Salak Gading yang Kaya Manfaat

Agung juga mengaku, kini lebih dari 1.600 keluarga petani sudah terbentuk dalam kelompok tani untuk saling bekerja sama.

Salah satu produk olahan kami ada kripik salak, bakpia salak, kopi salak, sari salak dan masih banyak lagi,” tutupnya.

Related News