“Teknik guludan ini sangat cocok untuk merehabilitasi lokasi-lokasi yang tergenang air yang dalam tidak terbatas di kawasan mangrove saja, tetapi bisa juga diterapkan di kawasan berawa seperti hutan rawa dan hutan gambut.”
JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University dari Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Prof. Dr. Cecep Kusmana menyebut, teknik guludan efektif dalam merehabilitasi kawasan mangrove.
Teknik guludan merupakan inovasi guludan yang digunakan untuk menanam mangrove, dengan membentuk ruangan yang diisi tanah berukuran tertentu yang dibatasi oleh tonggak-tonggak batang bambu.
Baca juga: Spray Anti-Bau dari Kelapa Sawit
Guludan terucuk bambu ini, dirancang dari batang-batang bambu berdiameter minimal enam sentimeter dengan lebar petak guludan lima meter, panjang petak guludan sepuluh meter, dan tingginya disesuaikan dengan kedalaman air yang ada.
“Media tanamnya adalah tanah mineral yang dicampur dengan tanah lumpur. Jadi, kita membawa tanah mineral dari luar, kemudian dimasukkan ke dalam ruangan guludan tadi. Di dalam guludan tersebut, tanah mineral dicampur dengan tanah lumpur,” terang Prof. Cecep dalam keterangan tertulis IPB University belum lama ini.
“Pembuatan petak guludan dengan lebar lima meter dan panjang sepuluh meter bisa memakan waktu empat hari dengan delapan orang pekerja,” lanjutnya.
Inovasi ini, lanjutnya, telah dikenalkan sejak 2005 dan telah berhasil diterapkan di kawasan ekowisata mangrove di Pantai Indah Kapuk (PIK), Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta dan kawasan pantai Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah.
Hingga saat ini, jumlah guludan yang sudah dibuat oleh berbagai pihak sudah mencapai sekitar 600 guludan.
Saat ini, inovasi guludan ini juga telah dikembangkan dan dipraktikkan oleh berbagai pihak seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), instansi swasta melalui program corporate social responsibility (CSR), dan berbagai lapisan masyarakat.
“Teknik guludan ini sangat cocok untuk merehabilitasi lokasi-lokasi yang tergenang air yang dalam tidak terbatas di kawasan mangrove saja, tetapi bisa juga diterapkan di kawasan berawa seperti hutan rawa dan hutan gambut. Dengan pembuatan guludan, mangrove bisa tumbuh dengan subur dan sehat,” tambahnya.
Jenis tanaman mangrove yang sudah dicoba ditanam dan berhasil tumbuh dengan baik di atas guludan antara lain, Avicennia spp dan Rhizophora spp.
Tanaman tersebut ditanam dengan jarak tanam 0.5x0.5 meter maupun 0.25x0.25 meter.
Supaya mangrove dapat tumbuh subur, Prof. Cecep menyarankan, dilakukan perawatan minimal selama tiga tahun pertama.
Perawatan tersebut antara lain, pembersihan gulma, pemberantasan hama, dan penyakit serta pemupukan (pupuk cair daun) tanaman mangrove.
“Tinggi permukaan tanah di dalam guludan harus didesain sekitar 10-15 sentimeter terendam air, agar gulma tidak tumbuh. Sehingga, mengurangi beban kerja pemeliharaan tanaman. Ini tujuannya meminimalisir gagal tumbuh yang bisa mencapai 30% dari seluruh populasi tanaman,” terang Prof. Cecep.
Prof. Cecep juga mengatakan, ke depan akan dikembangkan model manufaktur pabrikan untuk membuat dinding-dinding batas guludan.
Sehingga, pembuatan guludan di dalam air bisa dilakukan secara cepat dan tidak perlu merekrut banyak tenaga dalam arti bisa menekan biaya upah pembuatan guludan.
Prof. Cecep juga berencana memanfaatkan badan air yang ada di antara guludan sebagai kolam ikan.
Baca juga: Ekstrak Secang, Ampuh Atasi Jerawat
Sehingga, rehabilitasi kawasan mangrove dengan teknik guludan ini bisa dikembangkan menjadi suatu model sylvofishery atau model wana tani, yang relatif mudah penanganannya.
Hal itu karena kolam-kolam ikan yang dibentuk diantara guludan-guludan tersebut relatif tidak luas atau sekitar 2x10 meter.
Selama ini, jarak antar guludan umumnya sekitar dua meter, sebenarnya jarak interval guludan ini tergantung situasi kawasan yang ada.