Penjor biasanya digunakan saat hari raya besar Hindu tiba, yaitu Hari Raya Galungan dan Kuningan setiap enam bulan sekali.
DENPASAR - Bali dikenal akan adat istiadat yang masih dijunjung tinggi.
Salah satu upakara atau perlengkapan adat maupun keagamaan yang cukup familiar yaitu penjor.
Penjor merupakan sebatang bambu setinggi tujuh meter yang ujungnya melengkung dan dihiasi dengan janur (daun kelapa) atau daun enau.
Baca juga: Mengenal Ampok, Pengganti Nasi
Penjor biasanya digunakan saat hari raya besar Hindu tiba, yaitu Hari Raya Galungan dan Kuningan setiap enam bulan sekali.
Penggunaan penjor diwajibkan harus sepanjang tujuh meter.
Hal itu merupakan simbol dari tujuh gunung dan tujuh bindu (titik) yang disebut dengan ‘jagat guru’, atau tempat tertinggi untuk para dewa.
Penjor merupakan perwujudan rasa bhakti dan terima kasih umat Hindu kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) atas segala kemakmuran dan kebaikan.
Sehingga, menancapkan penjor di depan rumah merupakan salah satu dari kegiatan wajib setiap Galungan tiba.
Hiasan penjor biasanya terdiri dari kelapa, pisang, tebu, kue basah, dan kain yang mewakili semua tumbuh-tumbuhan dan benda sandang pangan yang diberikan Sang Hyang Widhi Wasa.
Pembuatan penjor sendiri saat ini telah mengalami perubahan seiring berjalannya waktu.
“Karena sekarang sudah serba modern, saya tidak lagi bikin penjor sendiri. Selain tidak ada tanah untuk menanam bambunya, belum tentu juga menghasilkan bambu bagus, tegeh (kokoh). Sekalian saja beli yang langsung jadi. Langsung sama perlengkapannya seperti sampian (yang digantung di ujung penjor), tali tutus (tali terbuat dari batang bambu), hingga janur. Praktis. Tinggal pasang,” jelas Ida Ayu Agung Juniarti, pekerja kantoran yang sedang merayakan galungan kepada Jagadtani.id.
Bambu sebagai Bahan Penjor
Penggunaan bambu sebagai bahan utama penjor, membuat bisnis bambu penjor menjadi bisnis yang cukup menjanjikan.
Seperti yang dirasakan Ni Made Sari, pemilik toko perlengkapan penjor di Kota Denpasar ini, tidak pernah sepi pembeli.
Ia dan keluarganya telah menekuni bisnis penjor ini secara turun temurun.
“Dulu saya ikut-ikutan orangtua saja, jadi terbiasa. Sekarang anak-anak saya juga ikut membantu. Mereka lebih canggih, dipasarkannya secara online. Jadi makin ramai,” ujarnya.
Pemesanan penjor di tokonya bisa dilakukan lima hari sebelum Hari Raya Galungan.
Semakin dekat dengan hari Galungan, semakin banyak pesanan.
Harga per penjor yang sudah jadi, dibanderol dengan harga Rp500.000 hingga Rp5.000.000, tergantung dari tingkat kerumitan dan kualitas hiasan yang diminta pembeli.
Ia mengatakan, omzet penjualan penjor untuk menyambut Hari Raya Galungan mencapai lima kali lipat dari hari biasa.
Kebanyakan pembelinya tinggal di perumahan yang terbatas ruang dan ketersediaan bahan bakunya.
“Hari biasa bisa dapat Rp500.000 sehari, kalau Galungan paling sedikit dapat dua jutaan,” tambahnya.
Baca juga: Kisah Sukses Desa Kentang, Ngantru
Ni Made Sari mengungkapkan, ia mendapat bambu penjor berkualitas bagus dari Desa Suter, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dan Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.
Untuk memenuhi kebutuhan di Hari Raya Galungan, khususnya di Kota Denpasar, ia mengisi stok bambu penjor hingga ratusan buah.
Setelah itu, dihias sesuai permintaan pembeli dengan harga yang pantas.