Terseruduk Pesona Sapi Bali
“Saya diajarkan dari kecil, kalau kerja apa pun tetap harus beternak sapi untuk menghormati.”
Sapi kerap kali dikategorikan sebagai salah satu binatang istimewa, baik dalam bentuk menu maupun sebagai ternak.
Terlebih di Bali, di mana umat Hindu tidak mengkonsumsi daging sapi.
Menurut kepercayaan umat Hindu, sapi merupakan binatang dan suci, sehingga tidak boleh disakiti, apalagi dikonsumsi.
Baca juga: Ampas Tahu Penambah Bobot Sapi
Dibalik keyakinan tersebut, sapi bali merupakan hasil domestikasi dari banteng asli Indonesia yang memiliki keunggulan dalam daya reproduksi, daya adaptasi, dan persentase karkas yang tinggi.
Karkas merupakan bagian-bagian dari ternak yang masih melekat pada tulang tanpa kepala, kaki, kulit dan jeroan.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, banyak warga Bali, termasuk umat Hindu sendiri, yang beternak sapi bali.
Salah satu peternak sapi bali di Kabupaten Tabanan yaitu, Kadek Suarjana.
“Saya diajarkan dari kecil, kalau kerja apa pun tetap harus beternak sapi untuk menghormati. Selain itu, untuk dijadikan sebagai tabungan yang memang umum di desa kami, Desa Meliling,” ujarnya saat ditanya mengapa tetap berternak sapi walaupun tidak mengkonsumsinya.
Ciri-ciri sapi bali yang paling khas yaitu, betina dan anakan berwarna merah bata, sementara jantan dewasa berwarna cokelat kehitaman, mirip seperti banteng.
Perubahan warna tersebut terjadi pada saat usia sapi mencapai 12-18 bulan.
Kadek Suarjana sendiri memiliki lebih dari 30 ekor sapi bali yang dibagi ke beberapa lahan ternak milik keluarganya, yang letaknya tidak jauh dari lahan ternaknya.
Hal tersebut dikarenakan letak geografis Tabanan yang termasuk dataran tinggi dan berbukit, sehingga tanah datarnya tidak banyak dan harus dibagi ke tempat datar terdekat.
“Sampi (sapi) dan godel (anak sapi) yang umurnya di bawah lima bulan saya tempatkan terpisah dari sapi-sapi dewasa agar kualitas susu induknya tetap bagus. Kolostrum yang diberikan pada anak sapi jadi maksimal. Pakan induknya pun lebih maksimal karena tidak berbagi dengan sapi lain,” ucapnya.
Untuk memenuhi pakannya, ia juga bekerja sama dengan petani setempat dalam mendapatkan rumput.
Kadek membeli rumput liar, yang menjadi gulma bagi petani, dengan harga lebih murah dari pasaran atau melakukan barter dengan kotoran sapi untuk pupuk bagi petani.
“Setiap sapi harus terpenuhi pakannya paling tidak 10% dari berat badannya, itu untuk pakan hijauannya saja. Jadwal makannya sama saja seperti manusia, tiga kali sehari dengan tambahan seperti bekatul, ampas tebu, kulit nanas, atau ampas kedelai,” paparnya.
Baca juga: Merawat Sapi dengan Benar
Sementara itu, omzet yang didapat dari pemeliharaan sapi Bali juga tidak main-main.
“Setahun sebelum musim Idul Adha jadi puncak penjualan sapi bali. Biasanya sapi bali usia enam bulan sampai satu tahun yang utama saya pelihara, kadang saya jual juga per ekornya antara 4-6 juta. Umur seperti itu kalau dipelihara setahun saja, harga jualnya jadi Rp16.000.000-22.000.000 per ekor dengan berat bisa mencapai 260 kilogram. Saya mengirim sapi bali sudah sampai ke Banyuwangi, Jember, dan Jakarta,” tutupnya.