• 29 March 2024

Mengungkap Rahasia Menggemukkan Ternak

uploads/news/2020/11/mengungkap-rahasia-menggemukkan-ternak-70069361c72d435.jpg

Kerbau yang diberi tambahan konsentrat berupa 50% gaplek dan 50% daun indigofera sebanyak satu kilogram per ekor per hari, menghasilkan kenaikan bobot badan sebesar 732 gram per ekor per hari yang juga ditandai dengan terkoreksinya status nutrisi kerbau.

JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University bidang Ilmu Nutrisi Ternak, Fakultas Peternakan, Prof. Dr. Asep Sudarman menyebut, strategi pengembangan peternakan di Indonesia sebaiknya diarahkan ke perbanyakan populasi ternak, karena peningkatan produktivitas per individu ternak dinilai akan sulit untuk dicapai.

Baca juga: Pengolahan Pakan, Tumpuan Masa Depan

Prof. Asep mengungkapkan, pemberian pakan kepada ternak ruminansia secara tradisional, yaitu hanya diberikan jerami padi dan rumput sepuasnya, ternyata tidak menunjukkan adanya penambahan bobot badan pada ternak tersebut.

Berdasarkan riset kami, kerbau yang dipelihara secara tradisional, diberi jerami padi dan rumput sepuasnya, setelah dua minggu pemeliharaan menunjukkan bahwa bobot badannya tidak mengalami kenaikan,” katanya dalam keterangan tertulis IPB University, Jumat (6/11).

Sebaliknya, kerbau yang diberi tambahan konsentrat berupa 50% gaplek dan 50% daun indigofera sebanyak satu kilogram per ekor per hari, menghasilkan kenaikan bobot badan sebesar 732 gram per ekor per hari yang juga ditandai dengan terkoreksinya status nutrisi kerbau. Pemberian daun singkong hasil fermentasi kepada domba sebanyak 20% juga menghasilkan produksi yang setara dengan domba yang diberi 20% konsentrat,” tambahnya.

Dalam paparannya yang berjudul ‘Pengembangan Industri Peternakan Nasional melalui Strategi Nutrisi yang Tepat dengan Menciptakan Ketahanan Pakan Berkualitas’, ia juga menyebut, ketidakcukupan nutrisi pada ternak tersebut dikarenakan terbatasnya ketersediaan dan pemberian pakan berkualitas tinggi.

Hal tersebut, menurutnya, dapat menghambat program pengembangan peternakan nasional.

Inilah yang menyebabkan beberapa program pengembangan peternakan yang kurang berhasil.  

Selain itu, ia juga mengatakan, Amerika Serikat dan Brazil berhasil mengembangkan industri peternakannya, karena mereka memiliki sediaan pakan yang melimpah.

AS dengan Corn Belt-nya memiliki kawasan luas penghasil jagung dan kedelai dengan luas tanam masing-masing 36,1 juta hektare.

Sedangkan keberhasilan Brazil yaitu dengan mengonversi hutan Amazon menjadi lahan jagung, kedelai, dan peternakan.

Brazil juga memiliki luas panen jagung 19,5 juta hektare dan kedelai mencapai 38,6 juta hektare.

Pola pikir lama yang menyatakan ada persaingan antara kebutuhan pangan untuk manusia dan kebutuhan pakan untuk ternak, harus segera ditinggalkan. Perlu diciptakan pola pikir baru bahwa penyediaan pakan ternak berkualitas baik dan kebutuhan manusia bukanlah suatu persaingan. Keduanya harus diproduksi secara simultan dengan jumlah berlimpah melalui perluasan area tanam secara signifikan, khususnya di daerah-daerah dengan kepadatan penduduk yang rendah,” ujarnya.

Menurut Prof. Asep, membangun ketahanan pakan berkualitas tinggi merupakan keharusan, guna mewujudkan pengembangan industri peternakan yang berkelanjutan dan tangguh secara nasional maupun global.

Keberhasilan AS dan Brazil dalam mengembangkan industri peternakannya, perlu menjadi bahan pembelajaran untuk ditiru oleh pemerintah Indonesia.

Baca juga: Kenali Penyakit Abses pada Sapi

Selain itu, produk ternak merupakan sumber protein berkualitas tinggi yang berguna untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia nasional berkualitas, untuk menghadapi era persaingan global.  

Produk ternak juga bernilai ekonomis tinggi. Di Jepang misalnya, harga satu porsi steak Wagyu bisa mencapai lebih dari Rp2.000.000. Oleh karena itu, peternakan adalah sektor yang dapat diandalkan untuk menjadi penggerak roda pembangunan ekonomi nasional,” imbuhnya.

Related News