• 12 May 2024

Potensi Lamtoro di NTB

uploads/news/2019/11/potensi-lamtoro-di-ntb-32495c7400797b2.jpg

Tanaman lamtoro memiliki potensi sebagai pakan ternak dan harus dikembangkan untuk mendukung program pengembangan ternak di NTB.

MATARAM - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melirik pemanfaatan hasil hutan dari tanaman lamtoro untuk industri pakan ternak di daerah tersebut. Gagasan itu dikemukaan saat Gubernur NTB, Zulkieflimansyah bersama Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalilah beserta jajaran menerima audiensi perwakilan PTSadana Arif Nuda dan Esa Samudra dalam rangka paparan usaha pemanfaatan hasil hutan lamtoro di ruang kerja Gubernur NTB di Mataram, Senin (11/11) kemarin.

Zulkieflimansyah pun menyambut positif rencana pengembangan tanaman lamtoro di desa Sambelia, Kabupaten Lombok Timur. Tanaman lamtoro, lanjut Zukieflimansyah, memiliki potensi sebagai pakan ternak dan harus dikembangkan untuk mendukung program pengembangan ternak di NTB. Menurutnya, potensi besar tersebut harus segera disosialisasikan kepada masyarakat agar tertarik mengembangkan lamtoro secara massal di NTB.

“Hal ini sangat strategis untuk mendukung program industri pakan ternak di NTB,” ujarnya.

Untuk itu, Zulkieflimansyah meminta PT Sadana untuk mengembangkan tanaman tersebut di lahan-lahan kering, bukan di lahan yang datar yang memiliki potensi untuk komoditas lain.

“Lamtoro ini kan hidup di lahan kering, jadi jangan ditanam di lahan flat karena lahan flat itu untuk komoditas lain,” jelasnya.

Sementara itu, Wagub NTB Sitti Rohmi Djalilah meminta PT Sadana dan tim membuat analisis perbandingan potensi nilai ekonomis lamtoro dengan komoditas lainnya.

“Itu akan menjadi bahan sosialisasi kepada masyarakat sehingga gampang paham dan tertarik untuk menanamnya,” ucapnya.

Perempuan yang sering disapa Umi Rohmi ini menilai pengembangan lamtoro di kawasan Sambelia sangat strategis. Selain potensi pakan ternak, juga sebagai upaya pencegahan terhadap bencana alam yang kerap terjadi di daerah tersebut.

Senada dengan Zulkieflimansyah, Rohmi juga meminta PT Sadana membuat desain agar dari hulu hingga hilir untuk pengolahan dan pemasarannya, agar masyarakat bisa terjamin.

“Jangan nanti masyarakat sudah semangat menanam lamtoro, tapi tidak ada yang mengolah dan membeli,” tuturnya.

Untuk itu, menurut Rohmi perlu ada kajian akademis untuk perbandingan nilai ekonomisnya, agar menjadi pemicu masyarakat untuk mau berpindah dari komoditas lain yang biasa ditanam selama ini. Sebelumnya, perwakilan dari PT Sadana, Mustari menjelaskan pengembangan lamtoro di Sambelia pada lahan seluas 400 hektare, dengan pola kemitraan dengan masyarakat.

Menurutnya, potensi lamtoro cukup strategis. Selain sebagai konservasi dan reboisasi, juga memiliki potensi besar untuk industrialisasi pakan ternak, karena memiliki protein tinggi untuk penggemukan ternak kambing dan sapi di NTB. Mustari juga menjelaskan, pengembangan lamtoro di NTB akan dikoneksikan dengan sektor pertanian, peternakan, dan pariwisata.

Saat ini, PT Sadana sudah mengembangkan lamtoro dengan sistem drip irrigation. Penanaman juga menggunakan biji langsung, tidak menggunakan bibit berupa pohon.

“Kami melakukan penanaman dengan biji langsung, tidak dengan bibit pohon karena dengan biji jauh lebih murah biayanya dari pada dengan bibit pohon,” kata Mustari.

Kepala Dinas Peternakan NTB, Budi Septiani menilai, industri pakan ternak dengan lamtoro sangat tepat untuk NTB. Apalagi, jika pengembangannya berjalan baik maka industri pakan akan terealisasi pada 2020.

“Ini sangat tepat, industrialisasi lamtoro menuju kemandirian pakan ternak di NTB,” tutupnya.

Related News