Terbukanya Peluang Bisnis Bambu
Bambu sering dijumpai di pekarangan rumah dan sering dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, peralatan rumah tangga, hingga alat musik, lalu bagaimana peluang bisnisnya?
SLEMAN - Siapa yang tidak mengenal tanaman bambu? Ya, tanaman berongga ini sering dijumpai tumbuh dengan sendirinya di pekarangan rumah dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, peralatan rumah tangga, hingga alat musik. Penggunaan tanaman bambu dalam kehidupan sehari-hari memang cukup banyak. Jadi tak heran, jika bisnis bambu menjadi peluang yang cukup menguntungkan. Indra Gunawan, salah satu orang yang jeli melihat peluang bisnis ini.
“Kalau image orang saat ini (bambu) hanya dipakai untuk membuat rumah atau perayaan tujuh belasan. Artinya tidak perlu menanam itu cukup. Tapi kalau bicara untuk industri itu tidak cukup. Jadi bambu tetap harus dibudidayakan,” kata pemilik Bambuku ini.
Menurutnya, peluang bisnis bambu untuk diekspor saat ini juga cukup bagus dan terbuka. Karena di luar negeri sudah memiliki teknologi yang cukup canggih untuk mengolah tanaman bambu, seperti untuk bahan pembuatan sepeda dan floring. Pembudidayaan bambu sebenarnya tidak terlalu rumit.
Tanaman ini dapat tumbuh pada jenis tanah apapun. Menurut Indra, saat ini ia fokus pada budidaya pembibitan tanaman bambu. Setidaknya, ada kurang lebih 10 jenis bibit tanaman bambu yang dibudidayakan. Jenis bambu petung lah yang menjadi primadona dibandingkan lainnya.
“Bambu jenis petung yang nantinya tumbuh dengan ukuran cukup besar itu banyak dicari. Kalau jenis wulung yang berwarna hitam ini sebenarnya nilai jualnya cukup tinggi, namun jumlah rumpunnya tidak banyak. Kami pun masih susah untuk membudidayakannya,” kata Indra.
Dalam memperbanyak bibit bambu, Indra menggunakan teknik kultur jaringan di dalam laboraturium. Kultur jaringan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian tanaman tumbuh menjadi tanaman utuh dikondisi in vitro (didalam gelas). Dengan teknik ini bambu diperbanyak dengan cara mengisolasi bagian batang dan menumbuhkannya dalam media buatan yang bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit.
Wadah yang digunakan juga tertutup, tapi tetap tembus cahaya sehingga batang bambu dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Dalam wadah juga diberikan nutrisi dan zat pengatur tumbuh. Setelah memperbanyak dengan kultur jaringan, bambu masih belum mengeluarkan akarnya.
“Untuk berakar harus menunggu selama empat minggu. Namun, tingkat keberhasilannya hanya 0,01%,”ujarnya.
Setelah mendapatkan satu dari seribu bambu yang dapat hidup dan berakar, maka proses selanjutnya yaitu memperbanyak di luar laboraturium untuk menekan biaya produksi. Pemilihan teknik kultur jaringan bukanlah tanpa sebab. Walaupun sedikit rumit, namun teknik ini dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan dibanding dengan menanam langsung biji bambu atau dengan teknik stek.
Bambu yang ditanam langsung dari bijinya akan lebih lambat untuk tumbuh karena Indonesia merupakan negara tropis. “Berbeda dengan negara sub tropis, biji bambu akan lebih mudah tumbuh di sana. Kami dapat bibit dari China yang penanamannya menggunakan biji langsung. Ketika saya kembangkan di sini, pertumbuhan batangnya sangat lambat,”ujar Indra.
Berbeda jika menggunakan teknik stek, batang bambu akan tumbuh cepat dan tinggi namun tidak berakar. Nah, teknik kultur jaringan lah yang dapat menghasilkan batang dan akar secara bersamaan. Di sisi lain, bambu juga lebih seragam saat tumbuh dan perbanyakan cabang akan lebih cepat. Saat ini sudah ada sekitar 50 ribu bibit bambu yang siap jual. Indra biasanya memasarkan dengan harga 10 ribu rupiah tiap polybag yang berisi satu batang bambu. (MK)