• 3 May 2024

Kecipir-Kacang Tunggak, Pendamping Kedelai

uploads/news/2022/08/kecipir-kacang-tunggak-pendamping-kedelai-57519be969660de.jpg

BOGOR - Beragam jenis kacang-kacangan lokal memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pendamping kedelai karena memiliki kandungan gizi yang hampir sama dengan kedelai dan dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan Indonesia.

Jenis kacang yang dapat digunakan dalam upaya pemanfaatan kacang lokal sebagai pendamping kedelai, yaitu kecipir dan kacang tunggak. Kedua jenis kacang-kacangan ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap dan miso.

Baca juga : Memintal untung Melalui Budidaya Ulat Sutera

Kecipir adalah tanaman asli Indonesia. Kandungan gizi kecipir sangat mirip dengan kedelai. Sebagai contoh, kandungan protein biji kecipir adalah 30-35 persen sebanding dengan kandungan protein biji kedelai. Produktivitas biji kecipir dapat mencapai 4 ton per hektar. Namun sayangnya sampai tahun 2019, belum ada varietas yang resmi dilepas oleh Kementerian Pertanian, sehingga pengembangan kecipir di petani relatif terhambat.

Adapun kacang tunggak juga berpotensi untuk dikembangkan Indonesia karena mampu dibudidayakan di lahan kering marginal. Kandungan protein kacang tunggak adalah 20-25 persen dan produktivitas mencapai 4 ton per hektar. Varietas kacang tunggak masih terbatas sehingga perlu terus dikembangkan varietas baru.

Tim Pemulia IPB University dari Departemen Agronomi dan Hortikultura yang diketuai oleh Prof Dr Muhamad Syukur dan beranggotakan Dr Arya Widura Ritonga, Sulassih, SP, MSi dan M Alfarabi Istiqlal, SP, MSi berhasil merakit varietas kecipir sejak tahun 2016. Sedikitnya ada tiga varietas yang telah dihasilkan yaitu Sandi IPB, Melody IPB dan Fairuz IPB.

Inovasi varietas kecipir dan kacang tunggak dari IPB University diluncurkan bertepatan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) pada 10 Agustus 2022 di gedung rektorat, Kampus Dramaga, Bogor, Jawa Barat.

Prof Syukur menjelaskan, ketiga varietas tersebut telah terdaftar di Pusat Perlindungan Varietas dan Perizinan Pertanian sejak tahun 2019. la menyebut, ketiganya merupakan varietas kecipir pertama yang didaftarkan di Kementerian Pertanian.

“Dua di antaranya yaitu Melody IPB dan Fairuz IPB telah mendapatkan sertifikat Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dari Kementan tahun 2022. Ini adalah sertifikat PVT yang pertama untuk varietas kecipir di Indonesia,” kata Prof Syukur yang juga Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University.

Dosen IPB University itu mengatakan, kandungan protein ketiga varietas ini adalah 33-33 persen, produktivitas biji antara 3-4 ton per hektar, dengan rata-rata bobot 100 biji sekitar 34-39 gram per biji.

Baca juga: Komisi IV Dukung Perluasan Lahan Gandum Demi Mie Instan

Sementara ciri utama varietas Sandi IPB adalah warna polong muda ungu dan warna biji ungu tua. Varietas Melody IPB mempunyai warna polong muda lurik dan warna biji ungu tua. Sedangkan varietas Fairuz IPB mempunyai warna polong muda hijau dan warna biji krem.

“Karena warna polong muda ungu maka Sandi IPB mempunyai kandungan dan aktivitas antioksidan tinggi, sehingga juga baik sebagai sayuran,” imbuh Prof Syukur.

la menyebut, penyediaan varietas kecipir ini diharapkan dapat mempercepat pengembangan budidaya kecipir di petani. Varietas baru ini juga diharapkan dapat meningkatkan ketersedisan biji sebagai bahan baku pembuatan tempe atau produk lainnya berbasis kacang-kacangan lokal.

Selain kecipir, Prof Syukur bersama tim juga berhasil merakit varietas kacang tunggak sejak tahun 2017. Varietas yang berhasil dirakit ada empat, yaitu Albina IPB, Uno IPB, Tampi IPB dan Arghavan IPB.

Keempat varietas tersebut telah terdaftar di Pusat Perlindungan Varietas dan Perizinan Pertanian sejak tahun 2020. Kandungan protein keempat varietas ini sebesar 22-24 persen, produktivitas biji mencapai 3-4 ton per hektar serta rata-rata bobot 100 biji adalah 15-17 gram per biji.

Dijelaskan Prof Syukur, ciri utama varietas Albina IPB adalah warna biji putih krem. Varietas Uno IPB mempunyai warna biji hitam dan varietas Tampi IPB warna biji belang krem hitam. Sementara varietas Arghavan IPB mempunyai warna biji kemerahan.

Baca juga: Sinergitas Kunci Menghadapi Krisis Pangan

“Albina IPB telah dikembangkan sebagai bahan pembuatan tempe, dengan nama Tempe Schat Albina. Merek Tempe Schat Albina telah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM tahun 2020,” kata Prof Syukur.

Ia melanjutkan, produksi dan pemasaran Tempe Sehat Albina bekerjasama dengan PT Mastero Circle Indonesia. Tempe Sehat Albina diproduksi melalui proses yang higienis dan dengan teknik pencucian, perebusan, peragian dan fermentasi yang tepat.

Related News